3). Kedudukannya ditinjau dari Tauhid Ittiba’.
Maksud dari tauhid ittiba’ adalah merealisalkan mutaba’ah kepada Rasulullah : "Tauhid ittiba' artinya menjadikan beliau sebagai pemutus perkara, menerima keputusan beliau dengan berserah diri, tunduk dan melaksanakan perintah beliau."
Jika demikian halnya, maka tidak diragukan lagi berhukum dengan hukum Allah adalah tauhid ittiba’. Allah berfirman :
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“ Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [ QS. An Nisa’: 65].
Imam Ibnu Katsir berkata mengenai ayat ini :
" Allah Ta'ala bersumpah dengan Dzat-Nya yang Mulia dan Suci bahwasanya seseorang tidak beriman sampai ia menjadikan Rasul sebagai hakim dalam seluruh urusan. Apa yang diputuskan Rasul itulah yang haq yang wajib dikuti lahir dan batin."
Imam Ibnu Qayim juga berkata mengenai ayat ini :
" Allah bersumpah dengan jiwa/Dzat-Nya yang suci dengan sumpah yang dikuatkan dengan adanya penafian (peniadaan) sebelum sumpah atas tidak adanya iman bagi makhluk sampai mereka menjadikan Rasul sebagai hakim/pemutus segala persoalan di antara mereka baik masalah pokok maupun cabang, baik hukum-hukum syar'I maupun hukum-hukum ma'ad (di akhirat). Iman tidak ada dengan sekedar menjadikan beliau sebagai hakim, namun harus disertai tidak adanya kesempitan, yaitu hati/dada merasa sesak, hati merasa lapang selapang-lapangnya dan menerimanya sepenuh hati. Iman tetap tidak ada hanya dengan sekedar ini saja, namun harus disertai dengan menerima keputusan beliau dengan ridho dan penyerahan diri tanpa adanya sikap menentang dan berpaling."
Berhukum dengan hukum Allah juga merupakan realisasi pengakuan ridha Rasulullah sebagai nabi dan rasul.
Karena itu Imam Ibnu Qayyim berkata :
" Adapun ridho dengan dien nabi Allah sebagai Rasul mencakup kesempurnaan melaksanakan perintah dan menyerahkan diri secara mutlaq kepada Rasul, sehingga ia tidak menerima petunjuk kecuali dari kalimat-kalimat (ajaran) Rasul, tidak berhukum kecuali kepada beliau, tidak menjadikan slainnya sebagai hakim (pemutus segala persoalan), tidak ridha dengan hukum selain hukum beliau, tidak dalam masalah asma' (nama), sifat dan af'al (perbuatan) Allah, tidak pula untuk hukum-hukum dhahir dan batin, tidak ridha dalam semua masalah ini dengan hukum selain hukum beliau dan tidak ridha kecuali dengan hukum beliau."
Bahkan berhukum dengan hukum Allah merupakan makna syahadat Rasul itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab:
" Makna syahadat bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah adalah mentaati perintah beliau, membenarkan khabar beliau, menjauhi apa yang beliau larang dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan cara yang beliau syariatkan."
Karena ini pula Syaikh Muhammad bin Ibrahim menetapkan bahwa memberlakukan syariah Allah sebagai satu-satunya undang-undang adalah makna syahadat bahwa Muhammad adalah Rasululah.
Beliau berkata :
" Menjadikan Rasul sebagai satu-satunya hakim tanpa ada hakim lain selain beliau adalah saudara kandung dari beribadah keapda Allah semata tanpa mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Karena kandungan dua kalimat syahadat adalah hendaklah Allah semata yang diibadahi tanpa sekutu dan hendaklah Rasulullah semata yang diikuti dan dijadikan hakim. Tidaklah pedang-pedang jihad dihunus kecuali karena hal ini dan untuk menegakkan hal ini baik secara fi'il (melaksanakan perintah), tark (meninggalkan larangan) maupun menjadikan beliau sebagai hakim saat terjadi persoalan."
4). Kedudukannya ditinjau dari Iman.
Allah berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {} أَلَمْ تَرَإلِىَ الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَآأُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآأُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا {} وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَآأَنزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًا {} فَكَيْفَ إِذَآأَصَابَتْهُم مُّصِيبَةُُ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَآءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللهِ إِنْ أَرَدْنَآإِلآَّإِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا
“ Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya dan para pemimpin kalian. Jika kalian berselisih dalam satu masalah maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman kepada Alah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelummu ? Mereka ingin berhukum kepada thaghut padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kapada mereka,” Marilah kalian tunduk kepada hukum yang telah diturunkan Allah dan kepada hukum rasul,” niscaya kalian melihat orang-orang munafiq menghalangi manusia sekuat-kuatnya darimu Maka bagaimana halnya jika mereka ditimpa musibah disebabkan perbuatan tangan mereka itu, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah,” Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian secara baik-baik dan perdamaian yang sempurna.” [An Nisa’ :59-62].
Allah berfirman :
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [ QS. An Nisa’: 65].
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apapun tanggapan anda, silahkan tulis...