Sabtu, 02 Januari 2010

APA SIH JIHAD ITU??

VII. PEMBAGIAN JIHAD

A. JIHAD THOLABI (OFFENSIF)

Jihad Tholabi adalah meyerang dan memerangi musuh (orang kafir) di negeri mereka.

Dalil-dalil Jihad Tholabi:

Al-Qur’an, Surat At-Taubah ayat 5:

فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.”

Al-Qur’an, Surat At-Taubah ayat 29:

قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”

Al-Qur’an, Surat At-Taubah ayat 36:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Al-Qur’an, Surat Al-Baqoroh ayat 193:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلا عُدْوَانَ إِلا عَلَى الظَّالِمِينَ

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”

Dalam ayat-ayat tersebut di atas, Allah  secara jelas dan tegas memerintahkan kepada kaum muslimin untuk mengepung, mengintai dan memeragi orang-orang musyrik dan kafir yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak ber-dien (beragama, beraturan, berhukum) dengan dien (agama) yang benar yaitu Islam.

Ayat ini adalah ayat yang muhkam dan jelas yang tidak perlu lagi di takwil. Ayat ini juga termasuk landasan Rasululloh  dan para sahabatnya  untuk berjalan dan bergerak memerangi orang-orang musyrik dan kafir sampai akhirnya Allah SWT menaklukkan untuk mereka semua belahan bumi baik di Timur maupun Barat.

Rasululloh  bersabda :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: «أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلىَ اللهِ تَعَالىَ» رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar h, bahwasanya Rasululloh  bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada ilâh (yang hak) selain Allah dan Muhammad utusan Allah, menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukannya, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku, kecuali dengan hak Islam, dan perhitungannya diserahkan kepada Allah Ta‘ala.” (HR. Bukhori dan Muslim).

عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ الْحُسَيبِ اْلأَسْلَمِي قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا, ثُمَّ قَالَ (اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ, اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ, اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا, وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ, فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ.
ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَام,ِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ. فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ.
فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ. فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ.

“Dari Buraidah bin Husaib Al-Aslamy , dia berkata : “Adalah Rasululloh  jika mengangkat seorang ‘amir (komandan) atas suatu pasukan atau sariyah, beliau memberinya wasiat secara khusus supaya bertaqwa kepada Allah Ta'ala dan memperlakukan pasukannya dengan baik. Lantas beliau bersabda : “Berperanglah dengan menyebut nama Allah, di jalan Allah, perangilah orang yang kafir kepada Allah!. Berperanglah, jangan mencuri harta rampasan perang sebelum dibagi, jangan membatalkan perjanjian secara sepihak, jangan mencincang mayat musuh dan membunuh anak-anak!. Jika kamu menemui musuh dari orang-orang musyrik, maka serulah mereka kepada salah satu dari tiga pilihan, pilihan mana yang mereka pilih maka terimalah dan tahanlah dirimu dari (menyerang) mereka.
Serulah mereka kepada Islam. Jika mereka memenuhi seruanmu maka terimalah dan jangan memerangi mereka. Lalu serulah mereka untuk berhijrah dari negeri mereka ke negeri hijrah, dan beritahukanlah kepada mereka bahwa jika mereka melakukannya maka mereka memiliki hak seperti hak orang-orang yang berhijrah (muhajirin) dan mereka mempunyai kewajiban sebagaimana kewajiban kaum muhajirin.
Kalau mereka menolak, maka serulah mereka untuk membayar jizyah. Kalau mereka menyetujui maka terimalah dan jangan menyerang mereka.
Kalau mereka menolak, maka memohonlah pertolongan kepada Allah Ta’la dan perangilah mereka.

B. JIHAD DIFA’I (DEFENSIF)

Selain mensyari’atkan jihad yang bersifat ofensif, Islam juga mensyari’atkan jihad yang bersifat defensif, membela diri. Dalam istilah fiqih, jihad defensif dikenal dengan istilah Jihadu Difa' (Jihad Defensif). Semua bangsa, negara dan agama di dunia ini juga menganut prinsip perang demi membela diri. Dengan demikian, perang demi membela diri ini telah disepakati dan dipraktekkan oleh seluruh ummat manusia, sejak zaman dahulu sampai sekarang.

1- Pengertian Jihad Difa' :

Berjihad melawan musuh yang menyerang atau menduduki salah satu wilayah atau lebih dari wilayah ummat Islam.
Bentuk jihad defensif yang paling sering dikenal dalam fikih Islam adalah :

- Jihad melawan musuh yang menyerang atau menduduki wilayah kaum muslimin.
- Jihad melawan musuh yang menawan satu atau lebih kaum muslimin

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan: "Apabila musuh memasuki negeri Islam, maka tidak diragukan lagi atas wajibnya melawan mereka bagi orang yang tinggal di daerah paling dekat dengan negeri tersebut kemudian kepada orang-orang yang berada didekatnya, karena seluruh negeri Islam itu ibarat satu negeri.

2- Hukum Jihad Melawan Musuh yang Menyerang Wilayah Islam

Jika musuh telah menyerang suatu negeri kaum muslimin, maka jihad melawan musuh menjadi wajib ‘ain bagi seluruh penduduk negeri tersebut. Bila penduduk negeri tersebut tidak mampu mengusir musuh, maka kaum muslimin di negeri-negeri tetangga wajib membantu. Bila penduduk negeri-negeri tetangga terebut juga belum mampu mengusir musuh, kewajiban mengusir musuh meluas sampai akhirnya mengenai seluruh ummat Islam di seluruh penjuru dunia.

Demikian juga jika musuh telah menguasai daerah atau negara Islam, maka wajib ‘ain bagi setiap ummat Islam untuk membebaskannya dari cengkeraman musuh. Hukum fardhu 'ain ini telah menjadi kesepakatan seluruh ulama (ijma').

Jihad difa' : yaitu engkau melawan musuh yang kafir ---baik kafir asli atau murtad -- yang menyerang negeri-negeri dan kehormatan kaum muslimin. Jihad jenis ini hukumnya wajib atas semua kaum muslimin yang negerinya diserang atau diduduki oleh musuh. Jika mereka belum mampu mengusir musuh, maka fardhu 'ain jihad meluas kepada ummat Islam di negeri-negeri yang berdekatan, sampai akhirnya tercapai kecukupan untuk mengusir musuh yang mengganggu negeri dan kehormatan ummat Islam.
Jihad jenis ini tidak disyaratkan adanya imam yang memerintah seluruh ummat Islam, juga tidak disyaratkan adanya jama'ah. Jika ada imam atau jama'ah, maka itu yang lebih baik dan utama. Jika semua itu tidak ada, maka setiap jiwa harus berangkat jihad dengan apa yang ia miliki.
Adapun masalah panji Islam : jika tidak ada panji Islam yang menyatukan seluruh ummat di bawahnya, setiap jama'ah atau bahkan setiap jiwa membawa panjinya masing-masing. Sifatnya : hendaklah ia mengumumkan lahir dan batin, bahwa aksinya melawan serangan musuh, membela agama, kehormatan dan tanah air…semua itu dalam rangka jihad fi sabilillah semata, demi mentaati-Nya dan mencari ridha-Nya semata, demi tegaknya kalimat Allah Ta'ala.
Hukum ini berdasar beberapa ayat dan hadits :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“ Hai orang-orang yang beriman jika kamu bertemu sekelompok pasukan musuh maka tetaplah kamu ditempat itu dan banyaklah berdzikir supaya kalian menang.”(QS. Al Anfaal :45)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَالَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلاَ تُوَلُّوهُمُ اْلأَدْبَار

“ Hai orang-orang yang beriman jika kamu bertemu orang-orang kafir (di medan perang) maka janganlah kalian lari membelakangi mereka.” (QS. Al Anfaal : 15)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ ! قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ : الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ.
"Dari Abu Hurairoh ,, bahwa Nabi  bersabda bersabda,” Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan !!! Para shahabat bertanya," Apa itu ya Rasululloh? Beliau menjawab,” Berbuat syirik kepada Allah, perbuatan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang benar, makan harta riba, makan harta anak yatim, melarikan diri dari medan pertempuran dan menuduh wanita mukminah yang baik-baik berzina.”

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ قَالَ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُونَ تَتَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ يَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ وَيُجِيرُ عَلَيْهِمْ أَقْصَاهُمْ وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ, يَرُدُّ مُشِدُّهُمْ عَلَى مُضْعِفِهِمْ وَمُتَسَرِّيهِمْ عَلَى قَاعِدِهِمْ, لَا يُقْتَلُ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ وَلَا ذُو عَهْدٍ فِي عَهْدِهِ.

"Dari Abdullah bin Amru bin 'Ash, ia berkata," Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda : Darah kaum muslimin itu satu level (sejajar dalam masalah qisash dan diyat, pent). Orang yang paling rendah di antara mereka bisa memberi jaminan keamanan (amanul jiwar), dan satu sama lain saling membantu dalam menghadapi musuh. Orang yang kendaraannya kuat membantu orang yang kendaraannya lemah, orang yang terlibat perang membantu orang yang tidak berperang (memberi jatah ghanimah, pent). Seorang mukmin tidak boleh dibunuh karena ia membunuh seorang kafir, dan orang kafir yang terikat perjanjian damai tidak boleh dibunuh."

Jumat, 01 Januari 2010

APA SIH JIHAD ITU??

VI. APA BETUL BAHWA JIHAD MERUPAKAN AMALAN
YANG PALING UTAMA?

Belakangan ini semakin banyak pihak yang menyatakan jihad dengan makna syar’i ini (perang) bukanlah jihad yang paling utama. Dengan berbagai dalil, mereka mencoba memperkuat pendapatnya, sebuah pendapat yang sama sekali tidak pernah dikenal salafush sholih. Ada yang mengatakan bahwa da'wah, perjuangan diplomasi dan menjadi oposisi lewat jalur MPR/parlemen merupakan jihad terbesar, dengan hadits orang yang mengatakan kebenaran di hadapan pemerintah yang dholim. Padahal jelas sekali, banyak ayat dan hadits yang menerangkan jihad dengan makna syar’i perang adalah jihad yang paling utama dan tinggi, seperti :

لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا  دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا 
“ Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk ( tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang –orang yang duduk satu derajat, kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik ( surga) dan Allah melebihkan orang–orang yang jihad atas orang–orang yang duduk dengan pahala yang besar. Yaitu beberapa derajat, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ (QS An Nisa 95-96).

يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ  خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ 
“Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal, Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal.” (QS. At Taubah 21-22).
Keterangan : Orang yang berjihad diutamakan atas orang yang duduk-duduk (tidak berjihad). Bisa jadi orang yang duduk-duduk ini melakukan jihad dakwah, amar ma'ruf nahi munkar, jihad melawan hawa nafsu dan setan, karena Allah juga menjanjikan bagi mereka pahala dan kebaikan. Namun demikian tetap saja Allah melebihkan yang berjihad dengan derajat, maghfirah dan rahmat-Nya. Ini menunjukan jihad dengan makna perang adalah jihad terbesar dan paling utama. Hal ini juga menunjukkan bahwa makna jihad secara syar’i adalah perang, bukan dakwah, apalagi menyatakan bahwa masuk kedalam sistem pemerintahan demokrasi yang kafir yang jelas-jelas bertentangan dengan syari’at Allah dengan menjadi anggota parlemen dan sebagainya.
Jihad adalah berdiri mengangkat senjata dan memerangi orang kafir yang menjadi musuh Allah dan musuh orang yang beriman, dan supaya dien (aturan, hukum, undang-undang dan sistem yang mengatur kehidupan di dunia) hanya milik Allah yang berlaku. Sampai Islam tinggi, dan tidak ada yang mengalahkan ketinggian Islam, dan sampai kalimat Allah tinggi di atas segalanya. Sampai kekafiran hilang dari muka bumi.
Rasululloh bersabda :

رَأْسُ الْأَمْرِ اَلْإِسْلَامُ وَعُمُوْدُهُ اَلصَّلَاةُ وَ ذَرْوَةُ سَنَامِهِ اَلْجِهَادُ.
" Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad." (Tirmidzi no. 2616, Al Hakim 2/76).
Keterangan :Dalam hadits ini Rasululloh menempatkan jihad dengan makna perang sebagai amalan paling tinggi dalam Islam, kenapa makna perang? Karena shalat sendiri adalah jihad, namun beliau tidak menyebutnya dengan jihad. Dengan demikian, jihad di sini adalah perang.

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَ ذَالِكَ أَضْعَافُ الْإِيْمَانِ.
"Siapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia merubah dengan tangan, bila tidak mampu hendaklah dengan lisan, bila tetap tidak mampu hendaklah dengan hati dan itulah selemah-lemah iman." [HR. Muslim no. 49, Abu Daud no. 1140 dan 4340, Tirmidzi 2172, Ibnu Majah no. 1275, Ahmad 3/54, Nasa'I 8/111].

Keterangan : Kemungkaran yang paling besar di muka bumi ini adalah adanya kekafiran dan kesyirikan. Hadits ini menjelaskan tingkatan merubah kemungkaran mulai dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Idealnya, merubah adalah dengan tangan. Kalau tidak bisa maka dengan lisan, kalau tetap tidak bisa maka dengan hati. Merubah dengan tangan termasuk di dalamnya adalah jihad. Dengan demikian, jihad dengan artian perang lebih utama dari jihad da'wah, jihad melawan hawa nafsunya sendiri dan seterusnya.. [Lihat penjelasan hadits ini dalam Jami'ul Ulum wa al Hikam]. Juga hadits Ibnu Mas’ud tentang amar ma’ruf nahi munkar di atas, dimana disebutkan yang paling tinggi adalah amar ma’ruf dengan tangan, termasuk di dalamnya jihad.

اَنَّ رَجُلاً أَتَي النَّبِيَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ, فَقَالَ رَجُلٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ بِمَالِهِ وَ نَفْسِهِ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ مُؤْمِنٌ فِيْ شِعْبٍ مِنَ الشَّعَابِ يَعْبُدُ اللهَ رَبَّهُ وَيَدَعُ النَّاسَ فِي شَرِّهِ
Dari Abu Sa’id Al-Khudri . ia berkata,”Sesungguhnya datang kepada nabi  seorang laki-laki, maka kemudian dia bertanya: “ Wahai Rasululloh, orang bagaimanakah yang paling utama ?” Rasululloh saw. Menjawab,” Orang mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya.” Mereka bertanya lagi,” Kemudian siapa?” Beliau menjawab,” Seorang mukmin yang (menyendiri) berada dalam suatu lembah, takut kepada Allah dan meninggalkan manusia karena kejahatan mereka .”(Al-Bukhori no. 2786].
Imam Ibnu Daqiq al 'Ied berkata," Qiyas menuntut jihad menjadi amalan dengan kategori wasilah yang paling utama, karena jihad merupakan sarana untuk meninggikan dan menyebarkan dien serta memadamkan kekafiran, sehingga keutamaannya sesuai dengan keutamaan hal itu. Wallahu A'lam."

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ  فَقَال َدُلَّنِيْ عَلَى عَمَلٍ يَعْدِلُ الْجِهَادَ قَالَ لَا أَجِدُهُ قَالَ هَلْ تَسْتَطِيْعُ إِذَا خَرَجَ الْمُجَاهِدُ أَنْ تَدْخُلَ مَسْجِدَكَ فَتَقُوْمَ وَلَا تُفْتِرَ وَتَصُوْمَ وَلَا تُفْطِرَ قَالَ وَمَنْ يَسْتَطِيْعُ ذَلِكَ. قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ إِنَّ فَرَسَ الْمُجَاهِدِ لَيَسْتُنَّ فِيْ طِوَلِهِ فَيُكْتَبُ لَهُ حَسَنَاتٍ.

“Dari Abu Hurairah , ia berkata,“ Datang seseorang kepada Rasululloh . Lalu berkata,”Tunjukkan padaku sebuah amalan yang bisa menyamai jihad !!”. Beliau menjawab,”Aku tidak mendapatkannya. Apakah kamu mampu apabila seorang mujahid keluar, kamu masuk masjid lalu sholat dan tidak berhenti dan kamu shaum dan tidak berbuka?”. Orang tersebut berkata,” Siapa yang mampu melakukan hal tersebut???”. Abu Hurairah berkata,” Sesungguhnya bermainnya kuda seorang mujahid itu dicatat sebagai beberapa kebaikan.”

Imam Ibnu Hajar berkata," …(Hadits) ini merupakan keutamaan yang jelas bagi mujahid fi sabilillah, yang menuntut tak ada amalan yang menyamai jihad."

قَالَ قَتَادَةَ : سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: ماَ أَحَدٌ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَي الدُّنْيَا وَ لَهُ مَا عَلَى اْلأَرْضِ مِنْ شَيْئٍ إِلَّا الشَّهِيْدَ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيَقْتُلُ عَشْرَ مَرَّاتٍ لِمَا يَرَى مِنَ الْكَرَامَةِ.
Qatadah berkata,” Saya mendengar Anas bin Malik dari Nabi beliau bersabda,” Tidak ada seorang pun masuk surga yang ingin kembali ke dunia padahal ia mempunyai (di surga) seluruh apa yang ada di dunia, kecuali orang yang mati syahid. Ia berangan-angan kembali ke dunia dan terbunuh sepuluh kali, karena ia mengerti keutamaan (bila mati syahid di medan perang).” [HR. Bukhari no. 2817].

Hadits ini juga diriwayatkan oleh imam An Nasa’I dan Al Hakim. Imam Ibnu Bathal berkata,”Hadits ini merupakan hadits yang paling agung dalam menerangkan keutamaan mati syahid. Tidak ada amal kebaikan yang di dalamnya nyawa dipertaruhkan selain jihad, karena itu pahalanya pun besar.”
Berkaitan dengan makna jihad ini, ada kekhawatiran mendalam di mana kadang-kadang (dan sayangnya ini sudah menjadi realita) perluasan makna syar’i jihad dari perang menjadi thalabul ilmi juga jihad, tashfiyah juga jihad, dakwah juga jihad, membangun ponpes dan madrasah juga jihad, menyantuni anak yatim juga jihad, berjuang lewat parlemen/jalur konstitusi juga jihad dan sejenisnya. Ini dijadikan alasan untuk mencukupkan diri dengan organisasi/ jam’iyah/ partai/ jama’ahnya dengan bidang yang digelutinya, tidak mengadakan i’dad (persiapan secara militer untuk jihad dengan makna syar’i perang) dengan beralasan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah jihad. Lebih buruk lagi bila ditambah dengan menuduh orang yang mengartikan jihad dengan perang lalu mengadakan i’dad (persiapan militer) sebagai picik, tak berwawasan luas, teroris, merusak medan dakwah dan sebutan lainnya. Inilah yang mengundang kritik banyak ulama yang berusaha keras meluruskan berbagai penyimpangan ini.
Sebenarnya perselisihan yang terjadi dalam masalah ini, tidaklah berbahaya kalau hanya ikhtilaful lafdzi (perbedaan dalam menggunakan istilah) saja. Artinya masing-masing pendapat tidak meninggalkan amalan yang dilakukan oleh yang lain, dan juga tidak mencampur adukkan dalil misalnya menggunakan dalil-dalil keutamaan perang untuk dakwah dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, perselisihan ini tidak menimbulkan perselisihan dalam beramal kecuali pada masalah-masalah yang memang masih diperbolehkan untuk berijtihad dan berselisih pendapat. Sehingga yang berjihad dengan makna syar’i perang tidak mengabaikan dan meremehkan dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar, begitu juga sebaliknya yang tidak berjihad tidak mengabaikan dan meremehkan kewajiban perang melawan orang-orang kafir. Wallahu A’lam.
وَعَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «اَلْإِيْمَانُ بِاللهِ وَاْلجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِهِ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dan dari Abu Dzarr  berkata: Aku berkata: “Wahai Rasululloh amal apakah yang paling utama?” beliau menjawab: “Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya.” (Muttafaq ‘Alaih)