KESIMPULAN :
Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas, kita sebutkan secara ringkas bentuk-bentuk menghukumi dengan selain hukum Allah yang menjadi salah satu pembatal iman.
Kesimpulan :
1). Iman tidak akan benar tanpa adanya sikap kufur kepada thaghut. Siapa tidak mengkafiri thaghut maka ia tidak beriman kepada Allah.
Allah telah menyebut menghukumi dengan selain syariat-Nya sebagai thaghut. Dari sini, mengkufuri thaghut ini dan thaghut-thaghut lain adalah syarat iman.
Allah berfirman,” arena itu barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia tela berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.....”[Al Baqarah :256].
Allah berfirman,” Tidakkah kamu melihat orang-orang yang mengira mereka beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum kamu, mereka mau berhukum kepada thaghut padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir dengan thaghut. [An Nisa’ :60].
Lebih dari itu, firman Allah :
” Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”[An Nisa’ :60] menunjukkkan bahwa orang yang berhukum kepada selain apa yang diturunkan Allah adalah munafiq, pengakuan imannya tidak dianggap (diperhitungkan).
2). Mengikuti hukum-hukum orang-orang yang membuat undang-undang selain apa yang disyariatkan oleh Allah adalah syirik kepada Allah karena beribadah kepada Allah menuntut mengesakan-Nya dalam masalah menghalalkan dan mengharamkan, di mana Allah berfirman,” Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At Taubah :31).
Allah menyebut sikap mengikuti dan sependapat dengan para pendeta dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal itu syirik dengan firman-Nya,” tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”
Persoalan lainnya adalah, bahwasanya mengesakan Allah dalam masalah hukum dan mengikuti syariat-Nya adalah makna berserah diri kepada Allah semata dan tunduk dengan ketaatan kepada-Nya. Siapa berserah diri kepada Allah dan kepada selain-Nya maka ia telah musyrik. Allah telah menyebut orang-orang yang mengikuti hukum-hukum para pembuat undang-undang selain apa yang disyariatkan Allah sebagai orang-orang musyrik. Sebagaimana dalam firman-Nya:
” Dan janganlah kamu mamakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” [Al An’am :121].
Allah menegaskan dan menguatkan bahwa mereka telah menjadi musyrik dengan mentaati dan mengikuti aturan yang menyelisihi apa yang disyariatkan Allah.
Sebagaimana menghukumi dengan selain hukum Allah telah membatalkan tauhid ilmy khabari, karena Allah sajalah pencipta dan pemberi perintah. Allah berfirman,” Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al A’raaf : 54). Seluruh perintah berasal dari Allah saja, baik amru kauni qadari maupun amru syar’i dieni.
Syaikh Syanqithi berkata:
” Karena tasyri’ dan seluruh hukum baik syar’i maupun kauni qadari merupakan kekhususan rububiyah Allah.. maka setiap yang mengikuti UU selain UU Allah telah menjadikan pembuat undang-undang itu sebagai Rabb dan berbuat syirik dengan Allah.”
Demikian juga, karena Al Hakam (Yang Maha Memutuskan) adalah nama Allah yang husna, sedang berhukum kepada thaghut berarti ilhad (berbuat syirik) dengan nama ini dan meniadakan sifat ini.
3). Allah telah meniadakan iman sampai terealisasi sikap berhukum kepada syariat Allah saja…Allah berfirman,” Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [An Nisa’ :65].
Ibnu Hazam berkata :
” Allah Ta’ala menyebutkan nash secara jali (terang) yang tak membawa ta’wil lagi dan Ia bersumpah dengan diri-Nya bahwasanya seseorang tidak beriman sampai menjadikan Rasulullah sebagai hakim dalam setiap apa yang mereka perselisihkan antara ia dengan oang lain, lalu ia menerima keputusan beliau dan tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang Rasulullah berikan.”
Karena itu Allah menjadikan menjadikan Rasulullah sebagai hakim sebagai syarat iman. Allah berfirman,” Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An Nisa’ :59].
Dikarenakan iman adalah perkataan dan perbuatan, dan iman itu mencakup sikap membenarkan dan tunduk, maka tahkimu syariah merupakan iman karena berarti tunduk dan patuh kepada dien Allah, sedang menolak tahkim syariah dan menolak menerimanya berarti kufur iba’ dan radd (kufur karena enggan melaksanakan dan menolak syariah). Keengganan dan penolakan ini kembalianya boleh jadi karena catat dalam meyakini hikmah Sang Pemberi perintah dan kekuasaan-Nya dan tidak membenarkan sifat Allah atau boleh jadi juga karena membenci hukum Allah.
Allah berfirman :
“ Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (al-Qur'an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” [QS. Muhammad :9].
Allah juga berfirman dalam ayat yang lain :
“ Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” [QS. Muhammad :28].
Ibnu Hazm berkata,” Allah memberitahukan kepada kiata bahwa amal mereka telah terhapus dengan sebab mereka mengikuti apa yang membuat Allah murka dan karena mereka membenci ridha Allah.”
Lebih dari itu, sesungguhnya menolak menerima hukum Allah berarti menolak apa yang diturunkan Allah. Ishaq bin Rahawaih berkata,” Para ulama telah bersepakat bahwa siapa yang menolak sesuatu dari apa yang diturunkan Allah, sekalipun ia masih mengakui apa yang diturunakan Allah, maka ia telah kafir.”
4). Tak diragukan lagi bahwa berhukum dengan selain hukum Allah berarti berbuat maksiat kepada Allah dan rasul-Nya. Allah berfirman,” Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” [An Nisa’ :14].
Ibnu Katsir berkata saat menfsirkan ayat ini,” Karena ia telah mengganti hukum Allah dan menentang Allah dalam maslaah hukum-Nya. Ini hanya akan terjadi dari sikap tidak ridha dengan pembagian dan hukum Allah. Karena itu Allah membalasnya dengan menghinakan dalam adzab yang pedih dan kekal.”
Ibnu Taimiyah berkata :
” Penyiapan adzab yang menghinakan di dalam Al Qur’an tidak disebutkan kecuali untuk orang-orang kafir, seperti firman Allah,” Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang yang kafir siksaan yang menghinakan.” (QS. Al Baqarah :90)”
5). Sesungguhnya mengingkari hukum (juhud) Allah adalah menentang syariat Allah dan mendustakan nash-nash dua wahyu (Al Qur’an dan As Sunah) dan mengingkari hukum yang telah ma’lum minad dien bi dharurah (hal yang telah disepakati menjadi bagian utama dalam dien) sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya.
6). Mendahulukan dan mengutamakan hukum thaghut atas hukum Allah berarti mencela hukum-hukum syariah ilahiyah dan menghujat syariah rabaniyah yaang sempurna ini. Mengutamakan hukum thaghut ini tak lepas dari sikap menganggap rendah ayat-ayat Allah dan mengejek dien ini. Padahal mengolok-olok dien ini atau sebagian Al Qur’an atau sunah merupakan kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, sebagaimana firman Allah :
” Katakanlah:"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At Taubah :65).
Menyamakan hukum manusia dan hukum Rabb manusia termasuk syirik dan penyekutuan Allah yang paling parah, di mana Allah telah mengkhabarkan bahwa penduduk neraka berkata kepada tuhan-tuhan mereka saat di neraka,”Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Rabb semesta alam." (QS. Syuara’: 97-98].
Jika menyamakan antara Allah dan hamba-Nya dalam salah satu bentuk ibadah termasuk syirik yang membatalkan tauhid, maka apalagi menyamakan hukum Allah dnegan hukum makhluk-Nya ?
7). Sesungguhnya orang-orang (rakyat) yang dihukumi dengan undang-undang thaghut tersebut secara ridha dan sukarela maka ia telah kafir, karena rela dengan kekafiran berarti telah melakukan kekafiran, sebagaimana firman Allah :
“ Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam.” [An Nisa’ 140].
Imam Al Qurthubi berkata:
” Hal ini menunjukkan wajib hukumnya menjauhi para pelaku kemaksiatan jika mereka menampakkan kemungkaran karena orang yang tidak menjauhi mereka berarti telah rela dengan perbuatan mereka sedang rela dnegan kekufuran itu kafir.”
Al HAMDU LILLAHI RABBIL ‘ALAMIEN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apapun tanggapan anda, silahkan tulis...