Selasa, 30 Juni 2009

Merealisasikan Tauhid Dengan Tahkimu Syariah (Bag. 6, Hal 40-47)

5). Sebagai penutup penjelasan mengenai urgensi tahkimu syariah ini kami tunjukkan bahwa tahkimu syariah merupakan sikap memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya yang mengandung kehidupan dan kebaikan.

Sebagaimana firman Allah :

يا أيها الذين آمنوا استجيبوا لله و للرسول إذا دعاكم لما يحييكم

“ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah panggilan Allah dan Rasul-Nya jika menyeru kalian kepada apa yang membawa kehidupan bagi kalian.” [Al Anfaal :24].

Syaikh As Sa’di berkata,”
" Jika menyeru kalian kepada hal yang memberi kalian kehidupan" merupakan sifat yang senantiasa berlangsung (ada) ada tiap apa yang ajakan Allah dan Rasul-Nya, juga menerangkan faedah dan hikmahnya karena hidupnya hati dan ruh itu dengan beribadah kepada Allah, senantiasa mentaati-Nya dan senantiasa mentaati Rasul-Nya."
Sesungguhnya menolak syariah Islam dan tidak memenuhi panggilan tahkimu syariah merupakan sikap memenuhi panggilan hawa nafsu, itulah kesesatan yang jauh di dunia dan adzab yang pedih di akherat.

Allah berfirman :

فإن لك يستجيبوا لك فاعلم أنما يتبعون أهواءهم ومن أضل ممن اتبع هواه بغير هدى من الله
“ Jika mereka tidak memenuhi ajakanmu maka ketahuilah bahwasanya mereka mendengarkan hawa nafsunya dan siapakah yang lebih sesat melebihi orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa mengikuti petunjuk Allah?” [Al Qashash :50].

Allah berfirman :
يا داود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله إن الذين يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد بما نسوا يوم الحساب.

“ Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu sebagai khalifah di bumi maka menghukumilah di antara manusia dengan kebenaran dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu sehingga hawa nafsu menyesatkanmu dari jalan Alah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah, bagi mereka adzab yang pedih pada hari perhitungan nati akibat mereka melupakan (perintah Allah).” [Shad : 26].
Allah berfirman :

ومن يعص الله ورسوله ويتعد حدوده يدخله نارا خالدا فيها وله عذاب مهين
” Dan barangsiapa berbuat maksiat kepada Allah dan rasul-Nya dan melanggar batasan-batasan Allah, maka Allah akan memasukkannya dalam neraka . Ia kekal di dalamnya dan baginya adzab yang menghinakan.” [An Nisa’ :14].
Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini :
“Karena ia telah mengganti hukum Allah dan menentang Allah dalam maslaah hukum-Nya. Ini hanya akan keluar dari sikap tidak ridha dengan pembagian dan hukum Allah. Karena itu Allah membalasnya dengan menghinakan dalam adzab yang pedih dan kekal.”
Nash-nash dua wahyu ( Al Qur’an dan As Sunah) telah datang mengingatkan untuk tidak bertahakum kepada selain hukum Allah. Allah berfirman :
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik .” [Al Maidah :49].
Syaikh Ismail bin Ibrahim al Azhari berkata:
” Allah memerintahkan nabi-Nya untuk memutuskan perkara di antara ahlu kitab dengan apa yang Allah turunkan dan melarangnya untuk mengikuti hawa nafsu mereka karena hal itu menyelisihi apa yang diturunkan Allah. Allah mengingatkan beliau jangan sampai terkena fitnah mereka sehingga menghalangi beliau dari sebagian yang diturunkan Allah. Allah memberitahukan kepada beliau bahwa jika mereka berpaling dari hukum yang diturunkan Allah kepadanya maka Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka dan menguji mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka . Maka dari sini diketahui bahwa berpaling dari hukum Allah kepada hukum sesuai hawa nafsu adalah seabab kenapa Allah menimpakan musibah kepada mereka.”
Ibnu Qayyim menyebutkan sebagian akibat dari meminggirkan hukum Allah
“ Ketika manusia berpaling dari hukum Allah dan sunah dan bertahakum kepada keduanya, dan mereka meyakini tidak cukuap dengan keduanya dan mereka berpaling kepada fikiran akal, qiayas dan istihsan dan pendapat para pemuka kaum maka mereka ditimpa kerusakan dalam fitrah mereka dan kegelapan dalam hati mereka dan kekeruhan dalam pemahaman mereka dan dan akal mereka. Persoalan-persoalan ini mengenai mereka semua sampai seorang anak segera tumbuh dewasa karenanya dan orang tua pikun karenanya.”
Dalam hadits dari Nabi beliau bersabda :

يَا مَعْشَرَ اْلُمَهاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيْتُمْ بِهِنَّ وَ نَزَلْنَ بِكُمْ وذكر منها : وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ الله إِلَّا جَعَلَ الله بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ. وفي رواية : وَمَا حَكَمُوْا بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ الله إِلَّا فَشَا فِيْهِمُ اْلفَقْرُ.

” Wahai kaum muhajirin, aku berlindung kepada Allah dari lima kerusakan, jangan sampai menguji kalian dan mengenai kalian,” Beliau menyebutkan salah satunya,” Dan tidaklah para pemimpin mereka tidak berhukum dengan selain hukum Allah kecuali Allah akan menjadikan perang saudara di antara mereka. Dalam riwayat lain,” Dan tidaklah mereka berhukum dengan selain hukum Allah kecuali akan melauaslah di kalangan mereka kefakiran.”
Dalam hal ini Ibnu Taimiyah berkata:
” Jika para pemimpin telah keluar dari ( Al Qur’an dan As sunah) maka mereka telah berhukum dengan selain hukum Allah dan terjadilah perang sesama mereka, sebagaimana sabda Rasulullah,” Tidaklah suatu kaum diperintah (dihukumi) dengan selain hukum Allah kecuali akan terjadi perang sesama mereka.” Inilah sebab terbesar jatuh bangunnya negara-negara sebagaimana terjadi lebih dari sekali di zaman kita ini dan selain zaman kita. Siapa yang Allah menghendaki kebahagian bagi dirinya, maka Allah menjadikannya mengambil pelajaran dari apa yang menimpa orang lain, sehingga ia menempuh jalan orang-orang yang dikuatkan dan dibenarkan Allah dan menjauhi jalan orang-orang yang dihinakan Allah.”
Maha Benar Allah dan rasul-Nya, karena siapa yang melihat kondisi umat Islam saat ini akan melihat musibah dan keburukan yang menimpa negeri-negeri kaum mauslimin, juga berbagai permusuhan dan perpecahan di antara mereka, demikian juga saling perang, sebagaimana juga muncul kemiskinan dan kemunduran ekonomi padahal negara-negara umat Islam sebagaimana sama-sama diketahui merupakan negara yang paling besar kekayaan alam dengan berbagai jenisnya. Sebab paling besar dari semua musibah ini semua adalah peminggiran syariah Islam dan berhukum kepada thaghut. Wallahu Al Musta’anu.

Merealisasikan Tauhid Dengan Tahkimu Syariah (Bag 5, hal 31-40)

Imam Ibnu Hazm berkata :
" Allah menyebut menjadikan nabi sebagai hakim sebagai iman dan memberitahukan bahwa tidak ada iman tanpa hal itu dengan disertai tidak adanya kesempitan dalam hati dengan keputusan beliau. Dengan demikian benarlah secara yakin bahwasanya iman itu amal, aqidah (keyakinan hati) dan perkataan karena menjadikan Rasul sebagai hakim itu adalah amal (perbuatan), dan hal itu tak mungkin kecuali disertai ucapan dan tanpa adanya perasaan sempit di hati yang merupakan sebuah keyakinan."

Imam Ibnu Taimiyah berkata :
" Setiap orang yang keluar dari sunah Rasulullah dan syariatnya, Allah telah bersumpah dengan jiwa-Nya yang Suci bahwasanya orang itu tidak beriman sampai ia ridha dengan keputusan Rasulullah dalam setiap hal yang menjadi persoalan di antara mereka baik urusan dunia maupun akhirat, dan sampai tidak tersisa lagi dalam hati mereka rasa sempit atas hukum (keputusan) beliau."
Imam Asy Syaukani berkata :
“ Maka demi Rabmu.. ” ayat. Dalam ancamaan yang keras ini ada hal yang membuat kulit bergetar dan hati merinding, karena sesungguhnya : Satu. Hal ini merupakan sumaph Allah dengan nama Allah sendiri yang dikuatkan dengan harfu nafyi bahwa mereka tidak beriman. Allah meniadakan iman dari mereka yang mana iman itu merupakan harta modal yang baik bagi hamba-hamba Allah, sampai mereka mengerjakan “ghayah” yaitu menjadikan rasul sebagai hakim (tahkim rasul) lalu Allah tidak mencukupkan dengan itu saja namun Allah lalu berfirman,” Lalu mereka tidak menemaukan ksempitan dalam diri mereka atas keputusanmu ” Allah menggabungkan perkara lain dari tahkim , yaiu tidak adanya kesempaitan (rasa berat), artinya kesempitan dalam dada.
Jadi tahkim dan tunduk saja tidak cukup sampai dari lubuk hatinya muncu sikap ridha, tentram dan hati yang sejuk dan senang. Allah belum mencukupkan dengan ini semua, namun masih menambah lagi dengan hal lain, yaitu firman-Nya : “ menerima / menyerahkan diri " maksudnya tunduk dan mentaati secara lahir dan batin. Allah belum mecukupkan dengan hal ini saja, namun masih menambah dengan menyebut masdar “tsaliman”. Maka tidak ada iman bagi seoranga hamba sampai ia mau bertahkim kepada Rasulullah lalu ia tidak mendapati rasa berat ((kesempiatan) dalam hati atas keputusan nabi dan ia menyerahkan dirinya kepada hukum Allah dan syariat-Nya sepenuh penyerahan, tanpa dicampauri oleh penolakan dan menyelisihi.”
Tahkim syariat Allah dan mengembalikan seluruh perselisihan kepada nash-nash dua wahyu adalah syarat iman, sebagaimana firman Allah,” Jika kalian berselisih dalam satu masalah maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman kepada Alah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” [An Nisa’ :59].
Karena itu Ibnu Qayyim berkata:
“ Firman Allah,” Jika kalian berselisih dalam satu masalah” menggunakan nakirah dalam kontek sebagai syarat, ia umum mengenai segala persoalan yang diperselisihkan oleh kaum muslimin baik dalam masalah agama, masalah yang detailnya maupun masalah yang global, yang tersembunyi maupun yang nampak. Kalaulah dalam al Qur’an dan as sunah tidak ada keterangan tentang penyelesaian apa yang mereka perselisihkan atau ada penyelesaian namun tidak cukup untuk menyelesaikan (secara tuntas), tentulah Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan segala persoalan kepada Al Qur’an dan As Sunah. Karena mustahil Allah memerintahkan untuk kembali ketika ada perselisihan kepada apa yang tidak mempunyai solusi atas perselisihan tersebut. Dalam ayat ini Allah juga menjadikan mengembalikan (perselisihan kepada Al Qur’an dan As Sunah} sebagai tuntutan iman. Jika sikap mengembalikan [perselisihan kepada Al Qur’an da As Sunah ini hilang maka iman juga ikut hilang, sebagai wujud dari hilangnya malzum (akibat) dengan hilangnya lazim (sebab). Apalagi ada hubungan erat antara dua hal ini karena berasal dari dua belah pihak. Masing-masing hilang dengan hilangya salah satu yang lain. Lalu Allah mengkhabarkan bahwa mengembalikan persoalan kepada Al Qur’an dan AS Sunah ini lebih benar bagi mereka dan akibatnya adalah sebaik-baik akibat.”
Imam Ibnu Katsir berkata :
" Apa yang diputuskan oleh kitabullah dan sunah Rasululah dan diketahui haditsnya shahih, maka itulah kebenaran dan tidak ada di luar kebenaran selain kesesatan. Karena itu Allah berfirman," Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir " maksudnya kembalikanl;ah perselisihan dan hal-hal yang belum kalian ketahui kepada kitabullah dan sunah Rasul-Nya, berhukumlah kepada keduanya dalam hal-hal yang diperselisihkan. Ini menunjukkan bahwasanya orang yang tidak berhukum kepada al kitab dan as sunah dalam perselisihan dan tidak kembali kepada keduanya, orang itu bukan orang mukmin kepada Allah dan hari akhir.”
Jika berhukum kepada syariat Allah merupakan syarat iman, maka sebaliknya tahakum kepada UU buatan manusia yaitu hukum thaghut dan jahiliyah meniadakan iman dan termasuk tanda-tanda orang munafiq. Telah kami sebutkan di muka perkataan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha saat menerangkan firman Allah,” Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” [An Nisa’ :60], di mana beliau mengatakan :
" Ayat ini menyatakan bahwasanya orang yang menentang atau berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya secara sengaja, apalagi setelah ia diajak untuk berhukum dengan keduanya dan diingatkan akan wajibnya hal itu, ia telah munafiq dan pengakuan keimanan serta keislaman tidak dianggap lagi."
Syaikh Nashir Abdurahman As Sa'di juga berkata :
" Mengembalikan penyelesaian persoalan kepada al Qur'an dan as Sunah adalah syarat iman…ini menunjukkan bahwasanya orang yang tidak mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada keduanya tidak beriman dengan sebenar-benar iman, bahkan sebaliknya ia telah beriman kepada thaghut sebagaimana disebutkan dalam sebuah ayat," Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang…An Nisa' :60]. Karena iman menuntut ketundukan kepada syariat Allah dan menjadikannya sebagai hakim dalam seluruh urusan. Siapa mengakui dirinya mukmin namun ia lebih memilih hukum thaghut di atas hukum Allah maka ia dusta."
Sayid Qutub menguatkan bahwa sikap tidak melakukan tahkimu syariah Islamiyah tidak akan bisa berkumpul dengan iman. Beliau berkata saat menafsirkan [QS. Al Maidah : 43],” Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai hakim mereka sementara di tangan mereka ada tauarat yang memuat hukum Allah kemudian mereka setelah itu berpaling dari keputusanmu ? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang beriman ?”
“ Merupakan dosa besar dan kemungkaran yang dingkari ketika mereka bertahkim kepada Rasulullah sehingga rasul memutuskan dengan syariah Allah sementara di sisi lain mereka memeiliki Taurat yang juga memuat hukum Allah lalu mereka menyesuai-suaikan antara hukum Rasul dengan hukum Taurat di tangan mereka yang mana Al Qur’an datang untuk membenarkannya, tapi kemudian mereka berpaling, baik mereka berpaling dengan tidak melaksanakan hukum itu ataupun menerima namun tidak ridha.
Konteks ayat ini tidak cukup dengan mengingkari saja, namun juga menetapkan hukum Islam dalam kondisi seperti ini " Dan tidaklah mereka itu beriman". Iman Tidak mungkin akan berkumpul dengan sikap tidak mau menjadikan syariah Allah sebagai hakim atau sikap tidak ridha dengan hukum syariah ini. Orang-orang yang mengira mereka atau orang selain mereka beriman lalu mereka tidak bertahkim dengan syariat Allah dalam segala aspek kehidupan mereka atau tidak ridha dengan hukum syariah jika diterapkan atas mereka… pengakuan mereka itu sebenarnya bohong belaka, menabrak (bertentangan dengan) nash yang qath'I ini " Dan tidaklah mereka itu beriman."
Di antara yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam masalah ini adalah:
" Sesungguhnya firman Allah " mereka mengira " mendustakan pengakuan iman mereka, karena iman tidak akan berkumpul dengan sikap berhukum dengan selain hukum Allah yang dibawa Rasul dalam hati seorang hamba. Sebaliknya, satu sama lain saling meniadakan. Thaghut merupakan pecahan kata dari kata at Tughyan yang berarti melampaui batas. Setiap orang yang memutuskan persoalan dengan selain hukum Allah yang dibawa oleh Rasul, berarti memutruskan persoalan dengan hukum thaghut dan berhukum dengannya."
Syaikh Asy Syanqithi menegaskan bahwa orang-orang yang mengikuti orang-orang yang membuat undang-undang selain syariah Alalh sebagai orang-orang yang musyrik kepada Allah, beliau menyebutkan dalil-dalil hal ini, di antaranya beliau berkata :
" Termasuk dalil yang paling gamblang dalam masalah ini adalah bahwasnya Allah dalam surat an Nisa' menerangkan orang-orang yang ingin berhukum, dengan selain syariat-Nya Allah tidak merasa heran dengan pengakuan iman mereka. Hal ini tidak lain karena pengakuan mereka beriman dengan disertai sikap berhukum kepada thaghut sudah benar-benar dusta sehingga layak untuk diherani. Hal ini disebutkan dalam firman Allah," Apakah kamu tdak melihat…"
Lebih dari ini semua, iman adalah perkataan dan perbuatan. Iman mencakup sikap membenarkan dan tunduk mematuhi. Sebagaimana wajib hukumnya bagi makhluk untuk membenarkan apa yang dikhabarkan oleh para rasul maka wajib pula atas mereka untuk mentaati perintah rasul, sebagaimana firman Allah :
“ Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasulpun kecuali untuk ditaati dengan izin (perintah) Allah.” [An Nisa’ :64].
Karena itu Imam Muhammad bin Nashr al Maruzi mengatakan tentang defnisi iman,”Iman kepada Allah artinya mentauhidkan-Nya, membenarkan-Nya lewata hati dan lisan dan tunduk kepada Allah dan kepada perintah-Nya dengan memberikan tekad kauat untuk melaksanakan perintah-Nya, menjauhi sikap sombong dan melawan perintah-Nya. Jika kamu telah mengikuti apa yang datang dari Allah, maka kamu akan mengerjakan hal yang wajib dan menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, tidak melanggar yang syubhat dan segera berbuat kebajikan.”
Tidak diragukan lagi bahwa tahkimu syariah merupakan sikap tunduk dan melaksanakan dienullah. Jiaka demikian halnya, maka tidak melaksanakan tahkimu syariah berarti kufur iba’, kufur radd dan akufur istikbar {kafir karena sombong, menolak dan menentang) sekalipun ia masih membenrakan apa yang datang dari Allah. Kufur tidaklah hanya sekedar mendustakan (takdzib) sepertii yang dikatakan oleh Murjiah.

Minggu, 28 Juni 2009

Merealisasikan Tauhid Dengan Tahkimu Syariah (Bag 4, hal 26-31)

3). Kedudukannya ditinjau dari Tauhid Ittiba’.
Maksud dari tauhid ittiba’ adalah merealisalkan mutaba’ah kepada Rasulullah : "Tauhid ittiba' artinya menjadikan beliau sebagai pemutus perkara, menerima keputusan beliau dengan berserah diri, tunduk dan melaksanakan perintah beliau."
Jika demikian halnya, maka tidak diragukan lagi berhukum dengan hukum Allah adalah tauhid ittiba’. Allah berfirman :
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“ Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [ QS. An Nisa’: 65].
Imam Ibnu Katsir berkata mengenai ayat ini :
" Allah Ta'ala bersumpah dengan Dzat-Nya yang Mulia dan Suci bahwasanya seseorang tidak beriman sampai ia menjadikan Rasul sebagai hakim dalam seluruh urusan. Apa yang diputuskan Rasul itulah yang haq yang wajib dikuti lahir dan batin."
Imam Ibnu Qayim juga berkata mengenai ayat ini :
" Allah bersumpah dengan jiwa/Dzat-Nya yang suci dengan sumpah yang dikuatkan dengan adanya penafian (peniadaan) sebelum sumpah atas tidak adanya iman bagi makhluk sampai mereka menjadikan Rasul sebagai hakim/pemutus segala persoalan di antara mereka baik masalah pokok maupun cabang, baik hukum-hukum syar'I maupun hukum-hukum ma'ad (di akhirat). Iman tidak ada dengan sekedar menjadikan beliau sebagai hakim, namun harus disertai tidak adanya kesempitan, yaitu hati/dada merasa sesak, hati merasa lapang selapang-lapangnya dan menerimanya sepenuh hati. Iman tetap tidak ada hanya dengan sekedar ini saja, namun harus disertai dengan menerima keputusan beliau dengan ridho dan penyerahan diri tanpa adanya sikap menentang dan berpaling."
Berhukum dengan hukum Allah juga merupakan realisasi pengakuan ridha Rasulullah sebagai nabi dan rasul.
Karena itu Imam Ibnu Qayyim berkata :
" Adapun ridho dengan dien nabi Allah sebagai Rasul mencakup kesempurnaan melaksanakan perintah dan menyerahkan diri secara mutlaq kepada Rasul, sehingga ia tidak menerima petunjuk kecuali dari kalimat-kalimat (ajaran) Rasul, tidak berhukum kecuali kepada beliau, tidak menjadikan slainnya sebagai hakim (pemutus segala persoalan), tidak ridha dengan hukum selain hukum beliau, tidak dalam masalah asma' (nama), sifat dan af'al (perbuatan) Allah, tidak pula untuk hukum-hukum dhahir dan batin, tidak ridha dalam semua masalah ini dengan hukum selain hukum beliau dan tidak ridha kecuali dengan hukum beliau."
Bahkan berhukum dengan hukum Allah merupakan makna syahadat Rasul itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab:
" Makna syahadat bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah adalah mentaati perintah beliau, membenarkan khabar beliau, menjauhi apa yang beliau larang dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan cara yang beliau syariatkan."
Karena ini pula Syaikh Muhammad bin Ibrahim menetapkan bahwa memberlakukan syariah Allah sebagai satu-satunya undang-undang adalah makna syahadat bahwa Muhammad adalah Rasululah.
Beliau berkata :
" Menjadikan Rasul sebagai satu-satunya hakim tanpa ada hakim lain selain beliau adalah saudara kandung dari beribadah keapda Allah semata tanpa mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Karena kandungan dua kalimat syahadat adalah hendaklah Allah semata yang diibadahi tanpa sekutu dan hendaklah Rasulullah semata yang diikuti dan dijadikan hakim. Tidaklah pedang-pedang jihad dihunus kecuali karena hal ini dan untuk menegakkan hal ini baik secara fi'il (melaksanakan perintah), tark (meninggalkan larangan) maupun menjadikan beliau sebagai hakim saat terjadi persoalan."


4). Kedudukannya ditinjau dari Iman.

Allah berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {} أَلَمْ تَرَإلِىَ الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَآأُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآأُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا {} وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَآأَنزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًا {} فَكَيْفَ إِذَآأَصَابَتْهُم مُّصِيبَةُُ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَآءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللهِ إِنْ أَرَدْنَآإِلآَّإِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا

“ Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya dan para pemimpin kalian. Jika kalian berselisih dalam satu masalah maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman kepada Alah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelummu ? Mereka ingin berhukum kepada thaghut padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kapada mereka,” Marilah kalian tunduk kepada hukum yang telah diturunkan Allah dan kepada hukum rasul,” niscaya kalian melihat orang-orang munafiq menghalangi manusia sekuat-kuatnya darimu Maka bagaimana halnya jika mereka ditimpa musibah disebabkan perbuatan tangan mereka itu, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah,” Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian secara baik-baik dan perdamaian yang sempurna.” [An Nisa’ :59-62].
Allah berfirman :
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [ QS. An Nisa’: 65].

Merealisasikan Tauhid Dengan Tahkimu Syariah (Bag 3, hal: 14-26)

2). Kedudukannya ditinjau dari Tauhid Ilmi Khabari.

Berhukum dengan hukum Allah termasuk tauhid rububiyah, karena merupakan pelaksanaan dari hukum Allah yang merupakan tuntutan dari rububiyah Allah dan kesempurnaan kekuasaan serta hak Allah mengatur alam ini. Karena itu Allah menyebut orang-orang yang diikuti selain Allah bukan berdasarkan hukum Allah sebagai arbab (tuhan-tuhan) bagi yang mengikutinya.
Allah berfirman:

اِتَّخَذُوْا أَخبارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَآأُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا إِلَهًا وَاحِدًا لآإِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ

“ Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [QS. At Taubah:31].
Dan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Rasyid Ridha saat menerangkan makna syirik dalam rububiyah :
" Menisbahkan penciptaan dan pengaturan alam kepada selain Allah atau mengambil hukum-hukum dalam dien dalam masalah beribadah kepada Allah, tahlil dan tahrim dari selain Allah, maksudnya dari selain kitab-Nya dan wahyu-Nya yang disampaikan oleh para rasul-Nya."
Imam Ibnu Hazm berkata :
" Karena Yahudi dan Nasrani itu mengharamkan apa yang diharamkan oleh para pendeta dan ahli ibadah mereka dan menghalalkan apa yang mereka halalkan, padahal masalah tahlil dan tahrim benar-benar masalah rububiyah dan ibadah, maka berarti mereka (Yahudi dan Nasrani) telah berdien (beragama) dengan hal itu dan Allah menyebut perbuatan mereka ini sebagai mengambil arbab (tuhan-tuhan selain Allah) dan ibadah. Ini adalah kesyirikan tanpa ada perbedaan pendapat lagi."
Imam Ibnu Taimiyah dalam hal ini mengatakan:
” Allah telah berfirman,” Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [QS. At Taubah :31].
Dan dalam hadits shahabat Adi bin Hatim ---sebuah hadits panjang diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi dan lain-lain--- ia datang kepada Nabi sedang saat itu ia masih Nasrani. Ia mendengar nabi membaca ayat ini, maka ia membantah,” Kami tidak beibadah kepada para pendeta dan tukang ibadah kami.” Nabi menjawab,” Bukankah para pendeta dan tukang ibadah mengharamkan yang halal maka kalian ikut-ikutan mengharamkannya dan mereka menghalalakan yang haram maka kalian ikut-ikutan menghalalkannya ?” Adi menjawab,” Ya, memang begitu.” Beliau bersabda,” Itulah bentuk ibadah kepada pendeta.”
Demikian juga Abu Bakhtari berkata, "Mereka itu (Orang-orang Yahudi dan Nasrani) tidak sholat kepada para pendeta dan ahli ibadah mereka. Kalau para pendeta dan ahli ibadah itu memerintahkan mereka untuk beribadah kepada para pendeta dan ahli ibadah mereka tentulah mereka tidak akan mentaati perintah itu. Namun para pendeta dan ahli ibadah itu memerintah, mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram lalu orang-orang Yahudi dan Nasrani mentaatinya. Ini adalah rububiyah sempurna (mengangkat pendeta menjadi tuhan-tuhan baru—pent)…Nabi telah menerangkan ibadah mereka kepada para pendeta dan ahli ibadah adalah dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, bukannya mereka itu sholat, shoum dan berdoa kepada para pendeta. Inilah makna beribadah kepada para tokoh. Allah telah menyebutkan hal ini sebagai sebuah kesyirikan dengan firman-Nya," Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Dia (Allah). Maha Suci Allah dari kesyirikan mereka."
Sebagaimana hakekat ridha Allah sebagai rabb mewajibkan untuk mengesakan Allah dalam masalah hukum dan mengkhususkan hak membuat hukum dan memerintah bagi Allah semata. Allah berfirman:

ألا له الخلق و الأمر تبارك الله رب العالمين
” Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” [QS. Al A’raaf :54].
Allah juga berfirman:

قل إن الأمر كله لله
” Katakanlah:"Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah." [ Ali Imran : 154].
Seluruh hak memerintah itu hak Allah semata, baik amru kauni qadari maupun amru syar'i dieni.







Imam Al 'Izzu bin Abdi Salam berkata :
" Dan Allah sajalah yang berhak ditaati itu dikarenakan Allah sajalah yang memberi nikmat berupa menciptakan, menghidupkan, memberi rizqi, memperbaiki dien dan dunia. Tak ada kebaikan kecuali Allahlah yang menghadirkannya dan tak ada keburukan kecuali Allahlah yang menghindarkannya.…demikian juga tidak ada (hak membuat) hukum kecuali hak Allah semata.“
Syaikh Abdurahman Nashir as Sa'dy berkata:
" Rabb dan Ilah lah yang berhak atas hukum qadari (aturan alam) dan hukum syar'i (aturan agama) dan hukum jaza-i (balasan di akhirat), Dialah yang dijadikan ilah dan diibadahi, tak ada sekutu bagi-Nya dan Dia ditaati dengan ketaatan mutlak dan tidak dimaksiati. Seluruh ketaatan kepada selain Allah mengikuti ketaatan kepada-Nya."
Lebih dari itu, sesungguhnya "Al Hakam“ (Yang Maha Memutuskan) merupakan salah satu nama Allah yang husna. Rasulullah bersabda :
فإن اله هو الحكم و إليه الحكم
" Sesungguhnya Allah itu Al Hakam (Maha Memutuskan perkara hamba-Nya) dan hak Allah-lah masalah hukum itu."
Allah berfirman :
أ فغير دين الله أبتغي حكما
“ Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah.” [Al AN’am :114].
فاصبروا حتى يحكم الله بيننا و هو خير الحاكمين.
“ …maka bersabarlah, hingga Allah menetapkan hukumnya diantara kita; dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. (Al A’raaf :87].
أليس الله بأحكم الحاكمين.
“ Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?” [At Tiin :8].
Mengimani nama Allah al Hakam ini menuntut untuk berhukum dengan syariat Allah saja : sebagaimana firman Allah:
و لا يشرك في حكمه أحدا. (الكهف :26).
” Dan tidak mengambil seorangpun sebagai sekutu Allah dalam menetapkan keputusan.” [Al Kahfi :26].
و ما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله. (الشورى :10).
“ Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah.” [Asy Syu’ara :10].
Allah telah menjelaskan dalam banyak ayat sifat-sifat orang yang behak menjadi pemberi keputusan atas persoalan ini, sebagaiamana dikatakan oleh Syaikh Asy Syinqithi :
“ Di antara ayat-ayat Al Qur’an yang dengannya Allah menerangan sifat orang yang berhak memegang keputusan dan hak membuat undang-undang adalah firman Allah :
و ما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله. (الشورى :10).
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah.” [Asy Syu’ara :10]. Kemudian Alalh menerangkan sifat orang yang berhak memutuskan:
ذلكم الله ربي عليه توكلت و إليه أنيب. فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ اْلأَنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءُُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ {11} لَهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ {12}* شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَاتَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ {13}
” Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Rabbku.Kepada-Nyalah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali. Dia) Pencipta langit dan bumi.Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Asy Syuro:12)
Apakah di antara orang-orang kafir yang bergelimang dosa yang membuat undang-undang setan itu ada yang berhak disifati sebagai Rabb yang seluruh urusan dikembalikan kepadanya, dijadikan tempat bertawakal, penciapta langit dan bumi, artinya mengadakan langit dan bumi sebelum keduanya ada tanpa ada contoh sebelumnya dan bahwasanya ialah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan …?
Maka bagi kalian wahai kaum muslimin untuk memahami sifat-sifat orang yang berhak menetapkan undang-undang, menghalalkan dan mengharamkan dan janganlah kalian menerima undang-undang dari orang kafir yang hina dan bodoh.
Di antara ayat Al Qur’an lain yang menerangkan hal ini adalah firman Allah :
له غيب السموات و الأرض أبصر به و أسمع ما لهم من دونه ولي ولا يشرك في حكمه أحدا
” Kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain daripada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." [Al Kahfi :26].
Apakah di antara orang-orang kafir yang bergelimang dosa yang membuat undang-undang positif itu ada yang berhak disifati sebagai oranga yang mengetahui hal yang tersembunyi di langit dan di bumi ? Mempunyai pendengaran dan penglihatan yang mencakup seluruh hal yang terdengar dan teralihat di alam raya ini ? Tak ada seorang pelindungpun selainnya ? Maha Suci Allah dari kesombongan ini.
Di antara ayat lain yang menerangkan masalah ini adalah firman Allah:
ولا تدع مع الله إلها آخر لا اله إلا هو كل شيئ هالك إلا وجهه له الحكم وإليه ترجعون.
“ Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, ilah-ilah apapun yang lain.Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia.Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” [Al Qashash :88].
Apakah di antara orang-orang kafir yang bergelimang dosa yang membuat undang-undang positif itu ada yang berhak disifati sebagai satu-satunya Ilah dan bahwa segala hal akan binasa kecuali dirinya ? Dan bahwasanya seluruah makhluk akan dikembalikan kepadanya ? Maha Tinggi, Maha Agung dan Maha Suci Allah dari adanya makhluk-Nya yang lemah yang disifati dengan sifat-Nya.
Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala :
إن الحكم إلا لله يقص الحق و هو خير الفاصلين
“ Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah semata. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik.“ [Al An’am :57]. Maka apakah di antara mereka ada yang berhak disifati sebagai yang menerangkan kebenaran dan sebaik-baik pemberi keputusan ?”
Di antaranya juga adalah firman Alah:

قل أرأيتم ما أنزل الله لكم من رزق فجعلتم منه حراما وحلالا قل آلله أذن لك أم على الله تفترون
Katakanlah," Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah:"Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah. ?” [QS. Yunus :59].
Apakah di antara orang-orang kafir yang bergelimang dosa yang membuat undang-undang positif itu ada yang berhak disipati sebagai dialah yang menurukan rizqi bagi seluruh makhluk, dan tak mungkin ada pengharaman dan penghalalan kecuali atas seisinnya ? Karena secara otomatis, orang yang menciptakan rizki dan menurunkannya dia pulalah yang mengatur rizki mana yang halal dan mana yang haram. Maha Suci Alah dari mempunyai sekutu dalam masalah tahlil dan tahrim ?”

Sabtu, 27 Juni 2009

Merealisasikan Tauhid Dengan Tahkimu Syariah (Bag 2, Hal: 7-14)

Ibnu Taimiyah menerangkan makna ayat ini dengan mengatakan:
“ Allah mencela orang-orang yang mengaku beriman kepada seluruh kitab suci sedang mereka meninggalkan berhukum kepada Al Kitab dan As Sunah dan berhukum kepada sebagian thaghut yang diagungkan selain Allah, sebagaimana ayat ini juga mengenai banyak orang-orang yang mengaku beragama Islam tetapi dalam masalah hukum mereka kembali kepada para shobiah filosof atau selain mereka atau kepada sistem hukum sebagian raja-raja yang keluar dari syariah Islam seperti raja-raja Turki dan lain-lain. Jika dikatakan kepada mereka,” Marilah berhukum kepada Al Kitab dan Sunah Rasulullah ,” mereka sangat berpaling, namun ketika akal, dien atau dunia mereka ditimpa musibah dengan syubhat dan syahwat atau jiwa dan harta mereka ditimpa musibah sebagai hukuman atas kemunafikan mereka, mereka berkata,” Kami hanya ingin berbuat baik dengan merealisasikan ilmu agar sesuai perasaan dan mengkompromikan antara dalil-dalil syar’i dengan penalaran yang pasti”, padahal hal itu sebenarnya adalah dugaan-dugaan semata dan syubhat.”
Beliau juga berkata :
" Sudah diketahui berdasar kesepakatan kaum muslimin bahwasanya wajib menjadikan Rasulullah sebagai hakim dalam setiap hal yang diperselisihkan manusia baik urusan (dien) agama maupun dunia mereka, baik masalah pokok dien mereka maupun masalah cabang dien mereka. Jika Rasulullah telah memutuskan maka hati mereka tidak boleh merasa keberatan dan mereka wajib menerimanya dengan sepenuh hati."
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata :
" Ayat ini menyatakan bahwasanya orang yang menentang atau berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya secara sengaja, apalagi setelah ia diajak untuk berhukum dengan keduanya dan diingatkan akan wajibnya hal itu, ia telah munafiq dan pengakuan keimanan serta keislamannya tidak dianggap lagi."
Dari sini kita bisa menerangkankan urgensi mengesakan Allah dalam masalah hukum dan menjelaskan kedudukan berhukum dengan hukum Allah dalam point-point berikut :




1). Kedudukannya ditinjau dari Tauhid Ibadah.

Sesungguhnya berhukum dengan hukum Allah saja berarti memurnikan ketaatan kepada Allah semata, sedangkan ketaatan merupakan salah satu bentuk dari bentuk-bentuk ibadah, maka tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah semata.
Allah berfirman :

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ

” Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [QS. Yusuf : 40].
Allah berfirman :
وهو الهs لااله إلا هو له الحمد في الأولى والأخرة وله الحكم وأليه ترجعون
” Dialah Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain-Nya. Bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan ” [QS. Al Qashash: 70].
Ibadah kepada Allah menuntut sikap memurnikan hak tasyri’, tahlil dan tahrim untuk Allah, karena Allah telah berfirman :

اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَآأُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا إِلَهًا وَاحِدًا لآإِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
” Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [QS. At Taubah : 31].
Merealisasikan ketaatan ini dan memurnikan hak tasyri’, tahlil dan tahrim untuk Allah semata dan tunduk kepada syariat adalah hakikat Islam itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah :
" Islam mencakup sikap menyerahkan diri kepada Allah semata. Maka barang siapa menyerahkan dirinya kepada Allah dan juga kepada selain-Nya maka ia telah musyrik. Dan siapa tidak menyerahkan dirinya kepada Allah berarti telah menyombongkan dirinya (menolak) untuk beribadah kepada Allah. Orang yang musyrik dan menyombongkan dirinya untuk beribadah kepada Allah itu kafir. Adapun menyerahkan diri kepada Allah semata itu mencakup sikap beribadah kepada Allah semata dan mentaati Allah semata."
Beliau juga berkata :
" Barang siapa menjadikan orang selain Rasul wajib ditaati dalam setiap perintah dan larangannya sekalipun menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya, maka berarti ia telah menjadikannya sebagai tandingan bagi Allah. Ini termasuk syirik yang menyebabkan pelakunya masuk dalam firman Allah," Dan di antara manusia ada yang mengambil selain Allah sebagai tandingan-tandingan bagi Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka lebih menncintai Allah.( Al Baqarah :165)."
Imam Ibnu Qayim berkata :
" Adapun makna ridha kepada dien-Nya adalah jika Rasulullah bersabda, menghukumi (memutuskan perkara), memerintah atau melarang, ia ridha (menerima) dengan penuh keridhaan (penerimaan), di hatinya tak tersisa sedikitpun rasa berat terhadap keputusan beliau dan ia menerimanya dengan sepenuh hati sekalipun bertentangan dengan keinginan pribadinya atau hawa nafsunya atau pendapat orang yang ia taklidi (ikuti) atau pendapat kyainya atau kelompoknya."
Sebaliknya, orang yang berbuat syirik kepada Allah dalam masalah hukum maka ia seperti orang musyrik kepada Allah dalam hal ibadah, antara keduanya tak ada bedanya, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Syinqithi :
" Berbuat syirik kepada Allah dalam masalah hukum dan berbuat syirik dalam masalah beribadah itu maknanya sama, sama sekali tak ada perbedaan antara keduanya. Orang yang mengikuti undang-undang selain undang-undang Allah dan tasyri' selain tasyri' Allah adalah seperti orang yang menyembah berhala dan sujud kepada berhala, antara keduanya sama sekali tidak ada perbedaan dari satu sisi sekalipun. Keduanya satu (sama saja) dan keduanya musyrik kepada Allah."
Beliau juga berkata :
" Dipahami dari ayat ini " dan tidak mensekutukan Allah dalam masalah hukum dengan siapapun" bahwa orang-orang yang mengikuti hukum-hukum para pembuat UU selain apa yang disyariatkan Allah, bahwa mereka itu musyrik kepada Allah. Pemahaman ini diterangkan oleh ayat-ayat yang lain seperti firman Allah tentang orang yang mengikuti tasyri' (aturan-aturan) setan yang menghalalkan bangkai dengan alasan sebagai sembelihan Allah," Dan janganlah kalian memakan hewan-hewan yang tidak disebutkan nama Allah saat menyembelihnya karena hal itu termasuk kefasiqan. Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Jika kamu mentaati mereka tentulah kamu termasuk orang-orang musyrik." [QS. Al An'am :121].
Allah menegaskan mereka itu musyrik karena mentaati para pembuat keputusan yang menyelisihi hukum Allah ini. Kesyirikan dalam masalah ketaatan dan mengikuti tasyri' (peraturan-peraturan) yang menyelisihi syariat Allah inilah yang dimaksud (disebut) dengan beribadah kepada setan dalam ayat," Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian wahai Bani Adam supaya kalian tidak menyembah (beribadah kepada) setan ? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. Dan beribadahlah kepada-Ku. Inilah jalan yang lurus." [QS. Yasin :60-61]. Dan firman Allah tentang Ibrahim 'Alaihi Salam," Wahai bapakku, janganlah kau beribadah kepada setan karena sesungguhnya setan itu durhaka kepada Ar Rahman (Allah Yang Maha Pemurah}." [QS. Maryam :44].
Maka demi merealisasikan tauhid ibadah yang berdiri di atas landasan nafyu (peniadaan) ilahiyah dari selain Allah dan menetapkannya untuk Allah saja ini, wajib hukumnya mengkufuri thaghut, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها
“ Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia tela berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” [QS. Al Baqarah :256].
Allah telah menyebut berhukum dengan selain hukum-Nya / syariat-Nya sebagai thaghut dengan firman-Nya:

أَلَمْ تَرَ إلِىَ الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَآأُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآأُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا

” Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelummu ? Mereka ingin berhukum kepada thaghut padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka sejauh-jauhnya.” {QS. An Nisa’ : 61].
Thaghut adalah istilah yang umum. Setiap yang diibadahi selain Allah dan ia ridha, baik ia itu berwujud sesembahan, atau sesuatu yang diikuti atau ditaati dalam ketaatan yang tidak berdasar kepada ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, maka itulah thaghut.

Merealisasikan Tauhid Dengan Tahkimu Syariah (Bag 1, Hal; 1-7)

Merealisasikan Tauhid Dengan Tahkimu Syariah






Judul Asli :
Nawaqidhul Iman Al Qauliyyatu Wa Al ‘Amaliyyatu
Mabhatsu Al Hukmi Bighairi Ma Anzalallahu

Penulis :
Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali Alu Abdul Lathif

Penerbit :
Daarul Wathan, Riyadh.

Cetakan :
Pertama, 1414 H.

Penerjemah :
Luqman Munawwar








ِA. Kedudukan berhukum dengan hukum Allah menurut kaca mata dien.

Tidak diragukan lagi bahwa peminggiran syariat Allah dan tidak diberlakukannya hukum syariat dalam seluruh aspek kehidupan merupakan penyelewengan paling parah dan berbahaya dalam masyarakat umat Islam. Akibat yang ditimbulkan dari tidak berhukum dengan hukum Allah di negeri-negeri kaum muslimin adalah berbagai kerusakan dan kezaliman serta kehinaan yang menimpa kaum muslimin.
Mengingat pentingnya permasalahan ini dan juga karena di sisi lain banyak kesamaran mengenai masalah ini, maka kami jelaskan secara rinci masalah ini sebagai berikut :
Allah telah mewajibkan berhukum dengan syariat-Nya dan mewajibkan hal ini kepada hamba-hamba-Nya serta menjadikannya sebagai tujuan diturunkannya al kitab. Allah berfirman :

وأنزل معهم الكتاب بالحق ليحكم بين الناس فيما اختلفوا فيه

“ Dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” [Al Baqarah :213].

Allah berfirman :

إِنَّآأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَآأَرَاكَ اللهُ وَلاَتَكُن لِّلْخَآئِنِينَ خَصِيمًا

“ Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.” [An Nisa’ :105].
Allah menerangkan sifat dan hak khusus Allah dalam masalah membuat hukum dengan firman-Nya :

إن الحكم إلا لله يقص الحق وهو خير الفاصلين
” Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik.” [Al An’am :57].
Allah berfirman:

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ

“ Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [QS. Yusuf :40].
Allah berfirman :

له الحمد في الأولى والأخرة وله الحكم وأليه ترجعون
“ Bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” [Al Qashash :70].
Allah berfirman ;
وَمَااخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَىْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللهِ ذَلِكُمُ اللهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

” Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah.” [Asy Syura :10].
Ayat-ayat Al Qur’an menegaskan bahwa berhukum dengan hukum Allah adalah sifat orang beriman sedang berhukum dengan selain hukum Allah, yaitu hukum thaghut dan jahiliyah adalah sifat orang-orang munafiq.
Allah berfirman :

وَيَقُولُونَ ءَامَنَّا بِاللهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ وَمَآ أُوْلَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ {47} وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِّنْهُم مُّعْرِضُونَ {48} وَإِن يَكُن لَّهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ {49} أَفِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَن يَحِيفَ اللهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ {50} إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَّقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

“Dan mereka berkata," Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kamipun ta'at," Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu. Mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul mengadili diantara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit; atau (karena) mereka ragu-ragu atau (karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim. Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili diantara mereka ialah ucapan "Kami mendengar dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” [An Nuur : 47-51].
Allah berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59} أَلَمْ تَرَإلِىَ الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَآأُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآأُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا {60} وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَآأَنزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًا {61} } فَكَيْفَ إِذَآأَصَابَتْهُم مُّصِيبَةُُ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَآءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللهِ إِنْ أَرَدْنَآإِلآَّإِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا

“Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka:"Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah:"Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna." [An Nisa’ :59-62].

Kamis, 25 Juni 2009

Terorisme adalah bagian dari Islam (Bag. 4 Selesai)

[9]- Demokrasi adalah dien baru ; siapa mengikuti atau mengajak kepadanya, berarti telah kafir
Dengan dukungan gereja, para raja Eropa menindas rakyat selama abad-abad pertengahan. Sebagai reaksinya, rakyat memusuhi raja, gereja dan Tuhan gereja. Bahkan, salah seorang filosof mereka mengatakan," Gantung raja terakhir dengan usus Paus terakhir." Masyarakat melepaskan diri dari ikatan gereja, dan sebagai gantinya menetapkan aturan-aturan hidup sesuai keinginan mereka. Kapan saja mereka ingin, mereka mengamandemen aturan-aturan tersebut.
Peristiwa ini terjadi di Inggris dan Perancis pada masa terjadinya revolusi Perancis. Para imigran Eropa yang berpindah ke benua baru, Amerika, membawa pemikiran ini dan menjadikannya sebagai dien mereka. AS pun menobatkan dirinya sebagai pembela terdepan ajaran demokrasi di dunia, Negara-negara di dunia akhirnya diklasifikasikan menjadi Negara demokratis dan non demokratis. AS mulai turut campur dalam urusan dalam negeri negara-negara lain dengan mengatas namakan melindungi sistem demokrasi, mengawasi PEMILU, dan alasan-alasan semisal….
(Maaf : Tulisan Syaikh 'Allamah Abdul-Qadir bin Abdul-Aziz Al-Mishri hanya sampai di sini, belum sempat beliau. Beliau keburu ditangkap oleh rezim taghut Yaman di Shan'a pada tanggal 11 Oktober 2001 M, dipenjara di penjara Militer Shan'a dan diekstradisi ke Mesir 28 Februari 2004 M, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati bersama lima rekannya, qaddarallahu wa ma sya-a fa'ala. Ya Allah, bebaskanlah beliau dan para ulama 'amilin Islam yang ditawan orang-orang kafir, murtad dan munafik. Amien).

Terorisme adalah bagian dari Islam (Bag 3, hal.10-14)

[7]- Konstitusi (Hukum) Internasional adalah Thaghut yang diibadahi selain Allah
Istilah ini populer dan selalu diulang-ulang oleh orang-orang kafir, lantas umat Islam latah mengikutinya. Terutama sejak Invasi Iraq ke Kuwait tahun 1990 M. Pada masa itu, Uni Soviet telah runtuh dan AS muncul sebagai satu-satunya penguasa dunia. Maka, sejatinya konstitusi internasional adalah keinginan dan keputusan AS, hanyasaja tidak diputuskan oleh Gedung Putih di Washington, melainkan oleh PBB di New York, sebuah organisasi yang menyatukan lima negara adidaya najis (AS, Inggris, Perancis, Rusia dan China—pent). Jika AS ingin memperluas ruang lingkup sebuah urusan, Aspun membuat sebuah aliansi yang lebih luas. Seperti aliansi tentara internasional dari 30 negara untuk menyerbu Iraq (perang Teluk 1990 M, pent). Seperti juga sekarang ini, untuk menginvasi Afghanistan, AS membuat aliansi internasioanl, sehingga di mata internasional tidak nampak bahwa invasi ini keinginan AS, melainkan sebuah keputusan yang disepakati oleh seluruh aatau mayoritas negara di dunia. Dari sinilah, disebut dengan "Konstitusi Internasional."
Konstitusi Internasional ini hanya diterapkan kepada bangsa yang lemah saja ; untuk menginvasi Iraq dan Afghanistan, mengembargo Libia dan Sudan. Adapun negara-negara kuat dan sahabat dekat mereka, seperti Israel, sama sekali keputusan Konstitusi Internasional tidak diterapkan.
Tidak boleh bagi umat Islam ---baik individu maupun negara--- mengakui keabsahan, menghormati atau meminta penerapan Konstitusi Internasional, karena semua sikap ini merupakan kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Sayangnya, istilah ini selalu disebut-sebut oleh para syaikh, lalu diikuti oleh masyarakat awam karena mengikuti para raja dan pemimpin mereka.
Penjelasannya sebagai berikut : sejatinya, konstitusi internasional adalah hukum-hukum yang ditetapkan oleh orang-orang kafir berdasar hawa nafsu mereka, tanpa terikat sama sekali dengan syariat Islam. Mereka mewajibkannya atas seluruh bangsa di dunia. Dengan demikian, ia adalah thaghut : selain Allah Ta'ala yang dijadikan tempat memutuskan dan mengembalikan seluruh urusan. Allah Ta'ala berfirman :
{ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت وقد أمروا أن يكفروا به}
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir kepada thaghut itu." (QS. Al-Nisa' :60).
Ayat ini merupakan nash yang menyatakan bahwa apapun yang dijadikan tempat memutuskan perkara, selama menyelisihi syariat Allah adalah Thaghut. Barangsiapa memutuskan perkara kepadanya, berati telah beribadah dan beriman kepadanya. Tidakkah anda memperhatikan firman Allah (padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir kepada thaghut itu). Ini menunjukkan, meminta keputusan perkara kepada Thaghut berarti beriman kepada Thaghut, bertenntangan dengan kewajiban kafir kepadanya. Begitu juga, setiap orang yang meminta keputusan hukum kepada sesuatu (yang menyelisihi syariat Allah, pent), berarti telah beribadah kepada sesuatu itu. Tidakkah anda memperhatikan firman Allah :
{إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه}،
“ Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.” [QS. Yusuf :40].
Allah menerangkan, bahwa mengesakan Allah dengan hak memutuskan perkara dan menjadi tempat pengembalian keputusan, adalah bagian dari ibadah yang diperintahkan. Dengan mengembalikan keputusan hukum kepada selain Allah, berarti ia telah kafir kepada Allah, karena keislaman seseorang tidak akan sah tanpa disertai dengan kafir kepada thaghut. Sebagaimana firman Allah :
{فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى}.
“ Karena itu barangsiapa yang kafir kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” [QS. Al Baqarah :256].
Termasuk dalam kategori Thaghut Hukum, adalah konstitusi internasional, undang-undang dasar positif, hukum-hukum positif, juga setiap orang yang menetapkannya atau memutuskan perkara dengannya. Setiap orang yang meminta keputusan hukum kepadanya, atau ridha dengannya, adalah kafir, berdasar dalil-dalil di atas.
Setiap orang yang berperang demi menerapkannya, juga kafir, berdasar firman Allah :
{والذين كفروا يقاتلون في سبيل الطاغوت}.
" Adapun orang-orang kafir, mereka berperang di jalan Thaghut." (QS. Al-Nisa' :76).
[8]- Undang-Undang Positif adalah dien baru. Siapa menetapkan atau mengamalkannya, berarti telah kafir.
Salah satu makna Dien (agama) adalah hukum dan aturan hidup manusia, baik kebenaran maupun kebatilan. Berdasar firman Allah :
" Katakanlah : " Hai orang-orang kafir{} Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah {} Kalian pun tidak menyembah apa yang aku sembah {} Sekali lagi, aku tidak menyembah apa yang kalian sembah {} Kalian pun tidak menyembah apa yang aku sembah () Bagi kalian dien kalian, dan bagku dienku." [QS. Al-Kafirun 1-6].
Allah menyebut kekafiran mereka sebagai dien. Juga firman Allah
{ومن يبتغ غير الإسلام ديناً فلن يقبل منه}
" Barang siapa mencari selain Islam sebagai diennya, maka tidak akan diterima darinya." [QS. Ali Imran :85]. Allah Ta'ala menerangkan, selain Islam juga disebut dien, namun dien yang tidak akan diterima oleh Allah Ta'ala.
Undang-undang positif telah menjadi undang-undang dan aturan hidup masyarakat di negeri-negeri yang diterapkan di dalamnya undang-undang postif tersebut. Maka, undang-undang positif menjadi dien mereka, dan mereka-pun kafir karena mengikuti dien selain Islam, sekalipun mereka menganggap diri mereka berpegang teguh dengan sebagian ajaran Islam. Mereka seperti orang-orang kafir zaman jahiliyah, yang masih memegang teguh sebagian ajaran Milah Ibrahim. Mereka masih melaksanakan haji, sampai ketika masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam dengan sabda beliau :
لا يحجن بعد العام مشرك
" Setelah tahun ini, tak seorang musyrik-pun boleh melaksanakan haji !"
Sebagai bentuk pelaksanaan perintah Allah dalam surat Al-Bara-ah (Al-Taubah). Mereka itulah --- orang-orang kafir zaman jahiliyah dan zaman sekarang---yang dimaksud dengan firman Allah :
{وما يؤمن أكثرهم بالله إلا وهم مشركون}
" Dan tidaklah mayoritas mereka beriman kepada Allah, kecuali pada saat yang sama mereka juga berbuat kesyirikan." Mereka menyembah Allah dengan sholat dan shaum, dan di saat yang sama menyembah Stanen, Napoleon, dan Lampere dengan memutuskan perkara dan menetapkan hukum. Maka kafirlah mereka.
Dalil lainnya adalah firman Allah (Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir kepada thaghut itu." (QS. Al-Nisa' :60)) Maksud ayat ini sudah diterangkan di atas, bahwa memberlakukan undang-undang positif berarti beriman dan beribadah kepada thaghut.
Dalil lainnya adalah firman Allah (“ Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.” [QS. Yusuf :40]). Maksud ayat ini sudah diterangkan di atas, bahwa siapa yang mengesakkan Allah dalam memutuskan perkara dan menjadi tempat mengembalikan persoalan, berarti telah beribadah kepada Allah semata. Inilah makna tauhid, Adapun orang yang mengembalikan persoalan kepada selain-Nya, maka ia telah beribadah kepada selain-Nya dan mensekutukan-Nya dengan selain-Nya.
Dalil lainnya adalah firman Allah :
{ولا يشرك في حكمه أحداً}
" Dan tidak mengambil seorangpun sebagai sekutu Allah dalam menetapkan keputusan." (QS. Al-Kahfi :26). Dalam ayat ini, Allah melarang mengambil sekutu bagi Allah dalam menetapkan perkara. Barang siapa mengembalikan perkara kepada selain syariat-Nya, berarti telah mengangkatnya menjadi sekutu bagi-Nya. Ini merupakan syirik dan kufur akbar.
Dalil lainnya adalah firman Allah
{ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون}
” Dan barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al Maidah :44]..
Ayat ini merupakan nash yang tegas atas kafirnya orang yang meninggalkan hukum Allah dan memutuskan dengan selain hukum-Nya. Seperti orang-orang yang memerintah dengan undang-undang dasar positif, hukum positif, dan konstitusi internasional. Ayat ini turun berkenaan dengan bangsa Yahudi yang mengaku beriman, namun tidak memutuskan perkara dengan hukum Allah yang memerintahkan pezina yang telah menikah untuk dirajam. Mereka membuat hukum baru sebagai pengganti dari hukum rajam, maka Allah menyatakan mereka telah kafir dengan perbuatan tersebut. Nash ayat ini termasuk sighah (bentuk) 'Aam, setiap orang yang melakukan hal seperti itu termasuk ke dalam ayat ini.
Realita negeri-negeri kaum muslimin hari ini sama persis dengan bentuk aasbab nuzul ayat ini, yaitu suatu kaum yang mengaku beriman dan beragama Islam, namun meninggalkan hukum-hukum Allah dan memutuskan perkara dengan undang-undang yang ditetapkan sendiri. Sudah disepakati dalam kaedah ushul, bahwa bentuk asbabun nuzul jelas termasuk dalam kandungan nash. Maka, orang-orang yang hari ini memerintah dengan selain hukum Allah, hukumnya tegas mereka telah kafir.
Jangan tertipu dengan orang yang mengatakan : hanya kufur duna kufrin atau kufur asghar yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam. Sesungguhnya riwaayat yang dinisbahkan kepada shahabat Ibnu Abbas (bahwa beliau menyatakan kufur duna kufrin), adalah riwayat yuang lemah, karena diriwayatkan oleh Hisyam bin Hujair semata. Kalaupun riwayat dari Ibnu Abbas tersebut shahih, maka tertolak. Riwayat tersebut bertentangan dengan pendapat para shahabat lainnya, seperti shahabat Ibnu Mas'ud yang menyatakan (Itu adalah kekafiran). Pendapat seorang shahabat tidak bisa mentakhsish (mengkhususkan) sebuah nash yang umum. Pendapat seorang shahabat juga tidak bisa dijadikan hujah, manakala bertentangan dengan pendapat shahabat yang lain : untuk itu perlu ditarjih di antara keduanya. Kekafiran dalam ayat di atas disebutkan dalam bentuk ma'rifah dengan alif lam (الكافرون), maka maksudnya adalah kafir akbar al-mustaghriq (yang mencakup seluruh) kekafiran. Ini semua adalah kaedah ushuliyah yang sudah disepakati oleh para ulama.
Juga jangan terpedaya oleh orang yang menyatakan : memang benar, kekafiran yang dimaksud dalam ayat ini adalah kafir akbar, namun itu berlaku bagi orang yang menghalalkan (perbuatan berhukum dengan selain hukum Allah). Ini merupakan kesalahan yang disebutkan oleh para pengarang dalam buku-buku mereka, tanpa ada dalil dan tabashur (kajian mendalam), hanya berdasar taklid semata. Pendapat seperti ini merupakan pendapat sekte sesat Murjiah ekstim, yang menjalar ke dalam buku-buku fuqaha'. Pendapat ini dibantah oleh ijma' shahabat yang menyatakan bahwa pelaku dzunub mukaffirah otomatis langsung kafir, tanpa perlu melihat ada tidaknya faktor juhud atau istihlal. Contohnya seperti orang yang meninggalkan sholat, demikian disebutkan imam Ibnu Qayyim dalam kitab beliau AL-SHOLATU WA HUKMU TARIKIHA. Adapun dzunub ghairu mukaffirah ---seperti meminum minuman keras---maka pelakunya tidak kafir selama tidak melakukan istihlal, sebagaimana menjadi ijma' shahabat berkenaan dengan kasus shahabat Qudamah bin Mazh'un. Dzunub Mukaffirah adalah dosa-dosa yang pelakunya disebut sebagai orang kafir oleh nash syar'i yang tidak ditentang oleh nash syar'i lainnya. Di antara dzunub mukaffirah adalah memerintah (memutuskan perkara) dengan selain hukum Allah ({فأولئك هم الكافرون}Mereka itu adalah orang-orang yang kafir).
Lebih dari itu, kondisi yang kita hadapi hari ini adalah istihlal secara terang-terangan (tegas), yaitu teks (undang-undang) yang dengan tegas menyebutkan bahwa apa yang dihaaaramkan Allah adalah halal dan boleh. Mereka memperbolehkan memutuskan perkara dengan undang-undang positif, bahkan mewajibkan hal itu, padahal menurut syariat ini merupakan perbuatan haram. Mereka memperbolehkan riba, minuman keras dan zina yang dilakukan suka sama suka, padahal keharaman semua hal ini sudah qath'i. Berdasar undang-undang mereka, tidak adanya larangan terhadap suatu hal menunjukkan hal tersebut boleh dilakukan.
Jika saya di atas telah mengatakan bahwa undang-undang positif adalah dien baru, bukan berarti seluruh penduduk negara yang diterapkan di dalamnya undang-undang positif tersebut telah kafir. Yang kafir adalah : orang-orang yang menetapkan undang-undang tersebut, orangorang yang memerintahkan pemutusan perkara dengannya, orang-orang yang memerintah rakyat dengannya dan orang yang ridha mengembalikan persoalan kepadanya.
Saya tidak mengetahui satu negarapun yang haari ini tidak diterapkan di dalamnya undang-undang positif ---tidak juga Arab Saudi maupun lainnya---. Minimal adalah izin bagi bank-bank ribawi, yang berarti memperbolehkan riba. Lantas, bagaimana lagi dengan undang-undang perdagangan, undang-undang pekerjaan dan tenaga kerja, dan undang-undang pidana ? Semuanya adalah undang-undang yang menyelisihi syariat Islam. Lantas, bagaimana dengan pengguguran seluruh hukum hudud syar'iyah di mayoritas negara yang mengaku sebagai negara Islam ????
Kesimpulan masalah in : hendaknya anda mengetahui bahwa sejak awal, negeri-negeri yang mengaku sebagai negara-negara Islam dan mau diajak AS terlibat dalam aliansi menghantam Afghaanistan, sebenarnya bukanlah negara-negara Islam, karena menerapkan selain hukum Allah. Maka wajib memberontak, menggulingkannya dan mengangkat pemerintahan Islam di dalamnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwaaayatkan imam Bukhari dan Muslim :
(وألا ننازع الأمر أهله إلا أن تروا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان)
Dan janganlah kalian merebut kekuasaan dari para pemegangnya, kecuali manakala kalian melihat kekafiran yang sangat nyata, berdasar dalil dari Allah Ta'ala.
Wajib bagi setiap muslim untuk berusaha untuk hal ini. Siapa berusaha, baginya pahala. Siapa hanya diam saja tanpa berusaha, baginya dosa ---kecuali orang-orang yang mempunyai udzur syar'i--. Siapa yang ridha dengan para penguasa tersebut, ia termasuk dalam golongan mereka.

Terorisme adalah bagian dari Islam (Bag 2, hal 6-10)

[4]-. Haram berduka cita dan berbela sungkawa atas tragedi yang menimpa rakyat AS
Begitu Allah menurunkan azab-Nya kepada rakyat AS lewat tragedi ini, para penguasa negara-negara di dunia, para pemimpin organisasi internasional dan nasional, serta para pemimpin beberapa organisasi Islam seperti Ikhwanul Muslimin dan organisasi-organisasi Islam di AS, Kanadda dan Eropa…segera membuat pernyataan resmi pengingkaran atas tragedi berdarah tersebut, turut berduka dan berbela sungkawa atas musibah yang menimpa warga AS.
Perbuatan ini dalam agama Islam tidak boleh. Dalilnya adalah firman Allah kepada Nabi kita Shallallahu 'alaihi wa salam :
فَلاَ تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ اْلكَافِرِيْنَ
(Maka janganlah engkau bersedih atas apa yang menimpa kaum yang kafir itu), firman Allah kepada nabi Musa 'alaihi salam
فَلاَ تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
(Maka janganlah engkau atas apa yang menimpa kaum fasik itu). Ketika Allah mengadzab bangsa Madyan dengan gempa dahsyat sehingga mayat-mayat mereka bergelimpangan di tempat tinggal mereka, nabi mereka Syu'aib 'alaihi salam mengatakan
فكيف ءاسى على قوم كافرين
(Maka bagaimana saya akan bersedih hati atass nasib orrangorrang yang kafir). QS. Al-A'raf :93. Inilah agama para nabi, haramnya bersedih dan berbela sungkawwa atas adzab, musibah, bencana, gempa ddan siksaan lain yang menimpa orang-orang kafir.
Demikian juga Allah berfirman :
قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ {14} وَيُذْهِبَ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ
(Perangilah mereka, niscaya Allah akan mengadzab mereka lewat tangan kalian, menghinakan mereka, memenangkan kalian atas mereka dan melegakan hati kaum beriman {} Juga menghilangkan panas hati kaum beriman) QS. Al-Taubah :14-15. Allah menerangkan bahwa adzab dan kehinaan yang menimpa orang-orang kafir, melegakan hati kaum beriman. Barangsiapa tidak lega hatinya, dan bahkan sedih atas adzab yang menimpa orang-orang kafir, maka ia bukanlah oraang yang beriman. Hal ini tak lain dikarenakan kelemahan iman, ketidak tahuan terhadap ajaran dien dan lenyapnya semangat keagamaan. (Maka janganlah engkau bersedih atas apa yang menimpa kaum yang kafir it).
[5]- Siapa bersekutu dengan AS yang memerangi umat Islam, hukumnya kafir.
Hukum ini bukan khusus bersekutu dengan AS semata, namun juga berlaku bila bersekutu dengan orang-orang kafir ---seperti para penguasa murtaad--- dalam memerangi umat Islam, ia juga kafir.
Dalilnya adalah firman Allah :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَآءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ {51} فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضُُ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةُُ فَعَسَى اللهُ أَن يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِّنْ عِندِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَآأَسَرُّوا فِي أَنفُسِهِمْ نَادِمِينَ {52} وَيَقُولُ الَّذِينَ ءَامَنُوا هَاؤُلآَءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ {53} يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآَئِمٍ
( Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai wali-wali kalian, karena sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kalian menjadikan mereka sebagai wali, maka ia termasuk golongan mereka).
(Maka engkau akan melihat orang-orang yang ada penyakit (kemunafikan) dalamm hatinya bersegera mendekati mereka, seraya mengatakan : Kami takut terkena musibah. Allah pasti akan mendatangkan kemenangan untuk Rasul-Nya, aau suatu keputusan dari sisi-Nya.Karena itu, mereka menjaadi menyesal atas apa yang mereka rahasiakan dalam dirinya)
(Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan : Inikah orangorang yang bersumpah sungguhsungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar bersama kalian ? Rusak binsalah seluruh amal mereka, maka mereka menjadi orang--orang yang rugi).
(Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah pasti akan mendatangkan sebuah kaum lain ; Allah mencintai mereka, mereka mencintai-Nya, lemah lembut kepada kaum beriman, keras kepada orangorang kafir, berjihad di jalan Allah dan tidak takut kepada celaan orrang-orang yang suka mencela.) QS. Al-Maidah :51-54.
Allah menerangkan bahwa siapa yang menjadikan orang kafir sebagai wali, maka ia termasuk golongan mereka, maksudnya ia kafir seperti mereka. Allah menegaskan kembali hal ini dengan firman-Nya dalam konteks yang sama (barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya). Membantu mereka (al-nushrah) termasuk dalam kategori menjadikan mereka sebagai wali (al-muwalah), sebagaimana firman Allah :
{وما كان لهم من أولياء ينصرونهم}
(Mereka tidak mempunyai wali-wali yang menolong mereka)
Setiap orang yang membantu orangorang kafir untuk melaksanakan kekafiran mereka, atau untuk memusuhi umat Islam, maka ia telah kafir. Berdasar hal ini, telah kafirlah para penguasa yang mengaku sebagai penguasa Islam, seperti penguasa Pakistan, negara-negara Teluk dan lainnya (yang membantu AS memerangi umat Islam--pent). Sebelum kasus inipun, negara-negara tersebut adalah negara kafir karena berhukum dengan selain hukum Allah Ta'ala. Adapun negara-negara kafir tulen (asli), maka kekafiran merekaa sudah jelas, hanyasaja bertambah berat dengan permusuhan (peperangan) mereka terhadap umat Islam.
Negara-negara kafir telah secara cerdik menarik para penguasa yang mengaku sebagai penguasa Islam, untuk bersekutu dengan mereka dalam memerangi umat Islam dengan mengatas namakan berbagai dalih.
Sejak satu abad lampau, Inggris memimpin bangsa Aarab pimpinan Syaarif Husain dan anak-anaknya (penguasa Makkah) untuk memerangi Turki Utsmani di Syam, dengan slogan "Revolusi Arab Terbesar" ---sejatinya Pengkhianatan Arab Terbesar---, sampai berhasil menduduki negeri-negeri Syam dan mengusir Turki dari Syam pada tahun 1916-1918 M. Panglima Inggris, Lord Alenby-pun sesumbar," Hai Sholahudin, ini kami sudah kembali !!!!". Berdasar perjanjian Saix Piccot, Inggris menyerahkan Palestina kepada bangsa Yahudi, Perancis mendapat jatah Suria dan Lebanon, dan Inggris mendapat jatah Iraq dan Yordania. Mereka lalu mengasingkan Syarif Husain ke Cyprus ---negeri Nashrani---, padahal sebelumnya berjanji akan mengangkatnya sebagai raja bangsa arab. [Korespondensi Syarif Husain- McMohan].
Sekarang ini, yang berkuasa adalah anak cucu Syarif Husain –seperti penguasa Yordania---. Palestina lepas karena pengkhianatan terbesar bangsa arab, yang sejak dulu sampai sekarang masih berlangsung terus. Pada saat yang sama, saat itu Inggris merebut Iraq dari tentara Turki Utsmani dengan menggunakan tentara yang sebagian besar berasal dari kaum muslimin India. Mereka masuk dari arah Teluk. Semula mereka keberatan berperang dengan tentara Turki Utsmani, namun Syaarf Husain dan para ulama Makkah yang menjadi anteknya memfatwakan kebolehan memerangi tentara Turki Utsmani.
Inggris bisa merebut negeri-negeri umat Islam, dengan bantuan umat Islam !!!!
Perancis bisa menduduki Suriah dan Lebanon pada tahun 1920 M berdasar perjanjian Saix Picot---, juga dengan menggunakan tentara dari kalangan kaum muslimin Tunisia dan Aljazzair , dua negara jajahan Perancis.
Perancis memerangi para pejuang kemerdekaan Aljazair selama masa perang kemerdekaan 1954-1962 M, juga dengan menggunakan sepermpat juta antek-anteknya dari bangsa Aljazair, yang menamakan dirinya dengan nama "Al-Harakiyyun". Ketika Perancis meninggalkan Aljazair, pasukan harakiyyun yang masih hidup juga ikut menetap di Perancis. Dalam perang kemerdekaan ini, tak kurang dari satu juta umat Islam gugur sebagai syuhada'.
Tentara salibis AS tidak akan bisa masuk dan menduduki jazirah arab, kecuali melalui perantaraan "Pengkhianat Al-Haramain Al-Syarifain" dan fatwa para anteknya dari kalangan ulama su', yang menamakan tentara kafir salib tersebut dengan nama pasukan negara shahabat. Sebuah penamaan yang menyelisihi penamaan yang benar dari syariat Islam, dengan tujuan untuk mempedaya (talbis) masyarakat umum dan kaum yang bodoh.
AS memerangi dan menghancurkan Iraq, dengan menggunakan tentara Mesir dan Suriah yang mengakuaku tentara Islam. AS juga terus menerus membombardir Iraq dengan pesawat-pesawat tempur yang berangkat dari pangkalan-pangkalan udara negeri-negeri yang menamakan dirinya sebagai negara Islam, seperti Arab Saaudi, Kuwait dan Turki.
Hari ini, AS membombardir Afghanistan dari bumi pakistan yang menamakan drinya sebagai negara Islam !!! AS memerangi Afghanistan ---Thaliban—juga dengan menggunakan orang-orang Afghan " Aliansi Utara" --- Dustum ddan Rabbani---.
Dahulu, tidaklah tentara salib berhasil menguasai wilayah-wilayah pantai bumi Syam kecuali lewat pengkhianatan para amir kota-kota Syam yang beraliansi dengan tentara nasrani. Andalus juga tidak jatuh, kecuali lewat pengkhianatan dan aliansi para raja Thawaif (kerajaan-kerajaan kecil) dengan tentara salib.
Begitulah, orang-orang kafir senantiasa menangguk laba, sementara umat Islam menuai kerugian. Umat Islam kehilangan negara, rakyat dan harta kekayaan. Sebelum seluruh kerugian dunia ini, merea sudah merugi di bidang agama dengan kafir dan murtad karena berwala' kepada orang-orang kafir.
Adapun negara-negara kafir yang menyetujui invasi AS ke Afghanistan, masing-masing akan mendapatkan jatahnya. Kanada, Inggris dan Australia mendukung invasi karena faktor gelora (semangat) perang salib. Perancis dan Jepang membantu AS supaya keduanya juga mempunyai hak untuk menentukan nasib Afghanistan pasca perang. Turki menawarkan bantuan militer supaya AS membantu mengusahakan Turki diterima sebagai anggota Uni Eropa. Uzbekistan membantu AS demi menolong warga Uzbek, si Abdu Rasyid Dostum. Tajikistan membantu AS demi menolong Rabbani. Seluruh negara di Utara Afghanistan mendukung AS, karena khawatir kebangkitan Islam di Afghanistan akan melanda negaranya. Pakistan membantu AS untuk meraih tujuan ganda ; memotong jalan India, mendapat dukungan AS atas wilayah Kasymir, mempunyai hak menentukan nasib Afghanistan dan mencegah monopoli kekuasaan pihak aliansi Utara. Rusia dan China mendukung AS supaya AS tidak mengusik pelanggaran HAM di kedua negara itu, juga supaya AS kalah dan terpukul mundur seperti saat mengalami kekalahan telak di Vietnam. Para penguasa negara-negara Teluk membantu AS dalam posisi budak mengabdi kepada tuannya : AS lah yang menjaga singgasana kekuasaan mereka. Para penguasa negara-negara tersebut memang hidup sebagai pemerintah atas rakyatnya, namun mereka adalah budak di hadapan tuan Inggris ---dulu-- dan AS –hari ini--. Dulu, nasib kekuasaan mereka berada di tangan Gubernur Jendral Inggris di India, sekarang di tangan Washington.
Kesimpulannya, setiap orang yang beraliansi dengan orang-orang kafir --- seperti AS dan lainnya --- dalam memerangi umat Islam, maka ia telah kafir. Allah berfirman :
{ومن يتولهم منكم فإنه منهم}.
(Barang siapa di antara kalian menjadikan mereka sebagai wali, maka ia termasuk goloongan mereka).
[6]- Kesalahan menamakan negara-negara Barat sebagai NEGARA-NEGARA MAJU
AS dan negara-negara Barat menamakan dirinya sebagai "NEGARA MAJU", mereka tertipu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhasil mereka raih. Orang-orang kafir pada setiap masa juga tertipu dengan hal yang sama, sebagaimana firman Allah :
{أفلم يسيروا في الأرض فينظروا كيف كان عاقبة الذين من قبلهم كانوا أكثر منهم وأشد قوة وآثاراً في الأرض فما أغنى عنهم ما كانوا يكسبون * فلما جاءتهم رسلهم بالبيات فرحوا بما عندهم من العلم وحاق بهم ما كانوا به يستهزئون}.
( Maka apakah mereka tdak mengadakan perjalanan di atas muka bumi lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka. Adalah mereka dahulu lebih banyak jumlahnya, lebih hebat kekuatannya dan lebih banyak bekas-bekas mereka (bangunan, sarana prasarana dll) di muka bumi. Maka segala yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka {} Tatkala datang utusan-utusan Kami kepada mereka dengan penjelasan-penjelasan yang terang, mereka membanggakan ilmu mereka. Maka mereka dikepung oleh adzab Allah yang selalu mereka olok-olokan itu."). QS. Al-Mu'min :82-83.
Yang benar, negara-negara kafir ini adalah orang-orang sesat dan dalam kegelapan. Sebagaimana firman Allah, sebagaimana firman-Nya :
{والذين كفروا أولياؤهم الطاغوت يخرجونهم من النور إلى الظلمات}
Adapun orang-orang kafir, wali-wali mereka adalah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan). QS. Al-Baqarah :257. Juga firman-Nya :
{إنما المشركون نجس}
(Orang-orang musyrik adalah najis). QS. Al-Taubah :28. Mereka lebih sesat dari binatang ternak dan hewan liar. Dengan mengatas namakan kebebasan, mereka memperbolehkan perzinaan dan homoseksual, suatu perbuatan cabul yang hewan-pun sama sekali tidak bissa menerimanya. Diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Maimun bin Mihran bahwasanya pada masa jahiliyah, ia melihat kera betina yang berzina, maka kera-kera lainnya mengepung dan merajamnya. Imam Muslim juga meriwayatkan hadits serupa dari Abu Raja' Al-'Utharidi.
Penamaan bangsa mereka dengan sebutan negara-negara maju adalah pemutarbalikkan nama, sebagaimana firman Allah :
{وقالت اليهود والنصارى نحن أبناء الله وأحباؤه}
Orang-orang Yahudi dan Nasrani menyatakan : "Kami adalah anak-anak dan orang-orang pilihan Allah."
Padahal, Allah menamakan mereka "Al-Maghdhubi 'alaihim" dan "Al-Dhaalin". Jadio, penamaan mereka sebagai negara-negara maju tidak benar, bahkan mereka adalah orangorang sesat, orang-orang dalam kegelapan dan orang-orang najis. Mereka adalah wali-wali setaan dan kerajaan

Rabu, 24 Juni 2009

Terorisme adalah bagian dari Islam (Bag 1, hal 1-6)

بسم الله الرحمن الرحيم

Penjelasan Untuk Masyarakat
Terorisme adalah bagian dari Islam, dan siapa mengingkarinya maka ia telah kafir
Oleh ;
Syaikh 'Alamah Abdul-Qadir bin Abdul-Aziz Al-Mishri
* * *
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على المبعوث رحمة للعالمين، وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.
أما بعد:
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam senantiasa terlmpahkan Nabi yang diutus sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam, juga bagi keluarga, para shahabat dan umat yang mengikutinya dengan ihsan, sampai hari kiamat nanti.
Wa ba'du :
Dunia, sejak dari Timur sampai Barat, tergoncang dengan tragedi peledakan di AS yang memakan korban ribuan jiwa, Selasa, 11 September 2001 M. AS telah dihinakan, kedigdayaannya telah dicampakkan ke dalam Lumpur. AS ingin menghapus rasa malu dari kuanya. Tak lebh dari satu bulan setelah peristiwa itu, tepatnya Ahad, 7 Oktober 2001 M, AS sudah menumpahkan segenap kemurkaannya kepada Afghanistan, dengan menuduh Afghanistan melindungi pihak-pihak yang bertanggung jawab di balik serangan maut terhadap AS tersebut. Sampai hari ini, AS tidak memberikan bukti apapun atas tuduhannya itu.
Aneka media massa mempublikasikan banyak pernyataan sikap para tokoh politik, agama, media massa dan masyarakat seputar tragedi tersebut. Pernyataan sikap mereka ini banyak memuat kesalahan-kesalahan syar'i, bahkan mengandung kesesatan dan kekufuran nyata. Saya khawatir, kesemuanya menjadi agama yang diterima masyarakat luas, terlebih di zaman merajalelanya kebodohan dan taqlid seperti sekarang ini.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi orang yang dikaruniai sebagian ilmu agama, untuk menerangkan masalah ini. Sebagaimana perintah Allah Ta'ala:
وَإِذْأَخَذَ اللهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَتَكْتُمُونَهُ
(Dan ingatlah, ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab, yaitu :Hendaklah kalian menerangkan isi Kitab itu kepada masyarakat, dan janganlah kalian menyembunyikannya. QS. Ali Imran :187). Juga firman-Nya :
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآأَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَابَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُوْلاَئِكَ يَلْعَنَهُمُ اللهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُونَ {159} إِلاَّ الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُوْلاَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيم
(Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-kitab, mereka itu dilaknat oleh Allah dna seluruh makhluk yang bisa melaknat.{} Kecuali mereka yang telah bertaubat, memperbaiki diri dan menerangkan kebenaran. Aku menerima taubat mereka, dan Aku Maha Menerima taubat lagi Maha Pemurah. QS. Al-Baqarah :159-160). Berdasar kewajiban ini, para shahabat membaiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam untuk mengatakan kebenaran tanpa takut celaan para pencela.
Penggantian dan penyimpangan ajaran agama-agama terdahulu, Yahudi maupun Nasrani, terjadi dengan adanya sebagian pemeluk agama yang mengadakan bid'ah dan kesesatan, tanpa adanya pengingkaran atas kemungkaran tersebut oleh masyarakat. Akhirnya, bid'ah dan kesesatan tersebut sampai hari ini menjadi agama yang ikuti oleh umat Yahudi dan Nasrani. Allah Ta'ala berfirman :
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لاَتَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُوا أَهْوَآءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِن قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَن سَوَآءِ السَّبِيلِ
(Katakanlah : " Wahai ahli kitab, janganlah kalian melampaui batas dengan cara tidak benar dalam agama kalian. Janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) yang telah sesat, menyesatkan banyak manusia dan tersesat dari jalan yang lurus.").QS. Al-Maidah :77.
Kalangan ahli kitab yang mengetahui kebenaran, melarikan diri dari kekejaman para penguasa lalim ke biara-biara dan pegunungan, dan kebenaranpun tenggelam bersama kematian mereka. Allah berfirman :
وَرَهْبَانِيَةً ابْتَدَعُوهَا مَاكَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلاَّ ابْتِغَآءَ رِضْوَانِ اللهِ
(Dan mereka mengadadakan rahbaniyah {kependetaan, tidak menikah dan mengurung diri dalam biara}. Kami tidak mewajibkannya atas mereka, namun mereka sendirilah yang mengada-adakannya untuk mencari ridha Allah ).QS. Al-Hadid :27.
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam diutus, di atas muka bumi tidak tersisa orang yang berada di atas kebenaran, selain segelintir orang. Rasulullah bersabda :
وإن الله نظر إِلى أهل الأرض ، فمقَتَهم ، عَرَبَهُم وعَجَمهم ، إِلا بقايا من أهل الكتاب،
" Sesungguhnya Allah memandang penduduk dunia, maka Allah murka kepada mereka ; baik kalangan Arab maupun Ajam, kecuali sisa-sisa ahli kitab…" HR. Muslim. Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits riwayat imam Bukhari tentang Zaid bin Amru bin Nufail yang mengembara mencari kebenaran.
Namun penggantian dan penyelewengan ini selamanya tidak sampai menghancuran Islam. Selama pergantian abad kea bad perjalanan umat Islam, memang muncul berbagai bid'ah dan kesesatan. Namun Allah senantiasa memunculkan orang-orang yang menolaknya, menyingkap kepalsuaannya dan menampakkan kebenaran, sehingga agama yang benar ini tetap tegak dan mudah digapai oleh setiap pencari kebenaran. Dengan demikian hujah Allah senantiasa tegak sampai hari kiamat nanti, mengingat tidak ada lagi nabi setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Allah berfirman (Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Dzikr (peringatan, Al-Qur'an) dan Kami pulalah yang akan menjaganya). Dalam hadits-hadits mutawatir tentang al-thaifah al-manshurah dijelaskan, akan senantiasa ada sekelompok umat Islam yang tegak di atas kebenaran. Orang yang menyelisihi dan memusuhi mereka, tidak akan membahayakan nereka.
Dalam kesempatan ini saya berdoa kepada Allah, semoga berkenan menjadikan kita di antara mereka yang menerangkan sebuah kebenaran. Sesungguhnya Allah-lah yang mengurus dan Allah Maha Kuasa atas hal itu.
Saya katakan, wa billahi al-taufiq :
Di antara berbagai kekeliruan dan kesesatan yang tersebar luas di masa-masa yang telah lewat adalah :
[1]- Terorisme adalah bagian dari Islam, dan siapa mengingkarinya maka ia telah kafir.
Berdasar firman Allah :
{وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة ومن رباط الخيل ترهبون به عدو الله وعدوكم}
" Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apapun yang kalian sanggupi, juga kudakuda perang yang tertambat. Dengannya kalian meneror musuh Allah dan musuh kalian)." QS. Al-Anfal :60. Meneror musuh-musuh yang kafir merupakan sebuah kewajiban syar'I berdasar ayat ini, dan siapa yang mengingkarinya telah kafir, berdasar firman Allah :
{وما يجحد بآياتنا إلا الكافرون}
" Dan tidak ada yang juhud (mengingkari) ayat-ayat Kami kecuali orang-orang kafir." QS.
Juhud adalah mengingkari dan mendustakan dengan lisan. Allah berfirman :
{ومن أظلم ممن افترى على الله كذباً أو كذّب بالحق لما جاءه أليس في جهنم مثوىً للكافرين}
Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengadakan kedustaan atas Allah atau mendustakan kebenaran yang datang kepadanya. Bukankah di neraka Jahanam ada tempat untuk orang-orang kafir ?". QS. Al-Ankabut :68).
Barang siapa menyatakan Islam berlepas diri dari terorisme, atau ingin memisahkan Islam dengan terorisme, maka ia telah kafir, karena terorisme adalah bagian dari Islam.
Dari sini anda mengetahui, orang-orang yang menyatakan akan memerangi terorisme, sejatinya akan memerangi Islam. Memberangus terorisme sejatinya adalah memberangus Islam. Mereka hanya memutar balikkan fakta di hadapan orang-orang yang bodoh.
[2]- AS adalah Negara Kafir, musuh Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin.
Allah berfirman :
إن الذين كفروا من أهل الكتاب و المشركين
" Sesungguhnya orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik."
لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
" Sungguh telah kafir orang-orang yang menyatakan bahwa Allah adalah Al-Masih putra Maryam." [QS. Al-Maidah :17].
لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ
" Sungguh telah kafir orang-orang yang menyatakan Allah adalah satu dari tiga oknum (trinitas ; Tuhan Bapak, Tuhan Anak, Roh Kudus)." [QS. Al-Maidah :72].
قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
" Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan tidak memeluk agama yang benar. YAitu kalangan ahli kitab, sampai mereka menyerahkan jizyah dalam keadaan hina." [QS. Al-Taubah :29].
Kekafiran Yahudi dan Nasrani ---kalangan ahli kitab--- termasuk hal baku yang sudah sama-sama diketahui (Al-Ma'lum minad Dien bidh-Dharurah). Maka barangsiapa mengingkarinya, berarti telah kafir.
Allah berfirman :
{إن الكافرين كانوا لكم عدواً مبيناً}
" Sesungguhnya orang-orang kafir adalah musuh yang nyata bagi kalian."
Selama AS adalah kafir dan musuh, maka menerornya adalah wajib. Terlebih lagi, selain kafir, AS juga : memerangi, menggangu, mengembargo, merampas kekayaan alam kaum muslimin dan membantu setiap kekuatan yang memerangi kaum muslimin, baik Yahudi, Turki, penguasa-penguasa kafir maupun kelompok lainnya.
Hari ini, AS adalah polisi dunia, Negara yang paling mirip dengan kaum 'Ad yang disebutkan oleh Allah Ta'ala :
{وأما عاد فاستكبروا في الأرض بغير الحق وقالوا من أشد منا أولم يروا أن الله الذي خلقهم هو اشد منهم قوة وكانوا بآياتنا يجحدون}.
" Adapun kaum 'Ad, mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alas an yang benar. Mereka mengatakan : "Siapa yang lebih kuat dari kami?" Apakah mereka tidak melihat, bahwa Allah yang telah menciptakan mereka adalah lebih kuat dari mereka. NAmun mereka mengingkari ayat-ayat Kami."
AS selalu turut campur dalam urusan dalam negeri berbagai Negara di dunia, dengan banyak dalih. Terkadang dengan alasan menjaga perdamaian dunia, terkadang dengan dalih memerangi terorisme, atau terkadang berdalih bantuan kemanusiaan. Secara lahir dalih-dalih ini membawa rahmat, namun sejatinya membawa kesengsaraan.
Kemanusian apakah yang dimiliki Negara Kriminil ini : nenek moyang mereka adalah para perampok dan penjajah Eropa yang datang ke benua baru tersebut, lantas memusnahkan penduduk pribumi bangsa Indian. Mereka lantas menculik penduduk Afrika. Setengah penduduk benua Afrika mereka culik, mereka perbudak dan mereka pekerjakan secara paksa untuk bercocok tanam di benua baru itu. Ketika urusan pertanian telah selesai, mereka mengembalikan para budak itu ke Liberia, sebuah negara baru yang mereka dirikan di Afrika Barat, agar para budak itu tidak ikut menikmati hasil pertanian mereka.
Kemanusian apakah yang dimiliki Negara Kriminil ini : sejak dahulu sampai sekarang menjadi negara yang pertama dan terakhir menggunakan bom atom dalam peperangan, sejak masa "Hirosima" dan "Nagasaki."
Kemanusian apakah yang dimiliki Negara Kriminil ini : mantan presiden terdahulunya, Richard Nixon, berjanji akan mengembalikan Vietnam ke zaman batu, alias zaman prasejarah.
Apakah AS manusiawi manakala menggunakan bom-bom cluster uranium saat menghantam warga Iraq, sehingga anak-anak Iraq terkena cacat fisik yang mengerikan dan jumlah yang terkena penyakit kanker melonjak drastis ? Kini, hal serupa dilakukan AS terhadap warga Afghanistan.
Kemanusian apakah yang dimiliki negara kriminil ini ; negara penyokong terbesar bagi Israel yang menghancurkan Palestina dan warganya serta berbuat kerusakan di muka bumi ? Sampai saat ini, AS tetap melindungi Israel dari tekanan internasional apapun, denggunakan hak vetonya di PBB.
Kemanusian apakah yang dimiliki negara kriminil ini ; negara yang menculik dan menyerahkan kaum muslimin mujahidin di berbagai Negara di dunia, kepada negaranya untuk dipenjara atau dibunuh. Ini terjadi di Kroasia, Albania, Ajerbaizan dan Negara-negara lain.
[3]- Kesalahan pendapat yang menyatakan penduduk sipil adalah ABRIYA' (tidak berdosa, alias wajib dilindungi harta dan nyawanya).
Mengklasifikasikan masyarakat ke dalam kelompok militer dan sipil, merupakan klasifikasi yang bid'ah, tidak ada dasarnya dalam syariat Islam. Klasifikasi yang disebutkan oleh syariat adalah :
• Kelompok Muqootilah : laki-laki dewasa, 15 tahun ke atas. Menurut syariat, mereka disebut muqatil (prajurit, orang yang bisa berperang) sekalipun tidak terlibat aksi perang.
• Kelompok Ghoiru Muqootilah : anak-anak yang belum baligh, kaum wanita, orang tua renta dan jompo, dan kaum laki-laki dewasa yang sakit kronis (cacat) sehingga tidak ikut terlibat perang, seperti; orang buta, orang pincang, tuli dan lainnya. Jika mereka ini terlibat dalam perang, baik dengan ucapan maupun perbuatan, maka ia termasuk kategori Muqootilah.
Dari sini, anda mengetahui bahwa kaum wanita di AS, Inggris, Israel dan negara-negara serupa termasuk dalam kategori Muqootilah, karena mereka ikut program wajib militer, bersama dengan tentara nasional negara tersebut. Jika mereka tidak bertugas dalam pengabdian militer, mereka menjadi tentara cadangan.
Apa yang saya sebutkan ini (perihal ghairu muqootil juga diperangi bila mereka ikut terlibat perang) tidak diperselisihkan lagi di kalangan ulama. Anda bisa membacanya secara detail dalam Kitab Al-Mughni karya imam Ibnu Qudamah al-Hambali, dan buku-buku fiqih lainnya.
Jadi tidak benar, bila rakyat sipil adalah warga yang tidak berdosa (abriya'). Mayoritas kaum lakilaki dan wanita mereka, menurut syariat adalah Muqootil. Referendum pasca 11 September menunjukkan, mayoritas rakyat AS mendukung program presiden salib George W. Bush untuk menghantam Afghanistan. Bukan hanya rakyat AS semata, bahkan juga rakyat negara salib lainnya, seperti rakyat Inggris, Kanada dan lainnya.
Warga yang tidak berdosa, adalah anak-anak di kalangan mereka, juga umat Islam yang bercampur dengan mereka karena sebuah tujuan syar'I yang mubah (boleh), seperti bisnis dan lainnya. Tidak ada dosa (bagi mujahidin) atas terbunuhnya mereka .
Dalil untuk kasus terbunuhnya anak-anak adalah hadits riwayat imam Bukhari dari shahabat Sha'b bin Jatsamah bahwa para shahabat bertanya kepada Rasulullah perihal keturunan orang-orang kafir (anak-anak dan kaum wanita) yang terbunuh dalam serangan malam, sebuah serangan yang sulit untuk memilah (antara muqaatil dengan ghairu muqatiil). Maka beliau menjawab," (هم منهم) (Keturunan termasuk dari mereka), maksudnya hukum anak-anak yang terbunuh seperti hokum kaum laki-laki kafir tersebut. Jadi, tidak ada dosa dalam membunuh mereka jika sulit untuk memilah-milah mereka (muqatil dan ghairu muqatil).
Dari kaedah ini, muncul masalah Tatarus dan kebolehan membunuh orang kafir yang dijadikan tameng sekalipun ia ghairu muqatil. Masalah ini saat ini dikenal dengan istilah "tameng manusia".
Adapun muslim yang terbunuh di antara kaum kafir sementara ia tidak bersalah (ma'dzur)…Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat nanti berdasar amalnya. Hal ini disebutkan oleh hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim :
(إذا أنزل الله بقوم عذاباً أصاب العذاب من كان فيهم ثم بُعثوا على أعمالهم)،
(Jika Allah menurunkan adzab atas sebuah kaum, adzab akan mengenai semua orang dalam kaum tersebut. Mereka akan dibangkitkan berdasar amal mereka).)
Juga hadits riwayat imam Bukhari dan Muslim dari Ummu Salamah tentang pasukan yang menyerang Ka'bah dan dibenamkan oleh Allah di sebuah tanah lapang, padahal di antara mereka ada orang yang dipaksa dan orang-orang yang bukan anggota pasukan. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda :
(يُخسف بأولهم وآخرهم ثم يُبعثون على نياتهم...
" Seluruh pasukan, sejak depan sampai belakang, akan dibenamkan ke dalam bumi. Lalu akan dibangkitkan berdasar niat masing-masing."
Syaikhul Islam menjelaskan hadits ini dengan panjang lebar dalam Majmu' Fatawa juz 28, dalam fatwa tentang tentara Tartar.
Kesimpulannya, bercampur baurnya pihak yang boleh dibunuh dengan pihak yang tidak boleh dibunuh tidak menghalangi membunuh keseluruhannya, jika memang sulit memilah-milah mereka.
Jadi, tidak benar bila warga sipil tersebut tidak berdosa (abriya'). Kalau mereka tidak berdosa, bagaimana dengan nasib ribuaan abriya' yang dikubur masal di Bosnia ? Bagaimana dengan abriya' di Iraq, Palestina, Chechnya, Afghanistan dan lainnya ? Data survey menunjukkan lebih dari setengah pengungsi di seluruh dunia sekarang ini adalah umat Islam, Ataukah darah muslim murah sementara darah kafir mahal ? Ataukah pembunuhan dan duka nestapa ditakdirkan untuk umat Islam semata ?

Selasa, 23 Juni 2009

Buku Panduan untuk Mujahid (Bag 2)

3- Keutamaan Mujahid

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ اَلْخُدْرِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ النَّاِس أَفْضَلُ ؟ فَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلي الله عليه وسلم مُؤْمِنٌ مُجَاهِدٌ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ. قَالُوْا ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ مُؤْمِنٌ فِيْ شِعْبٍ مِنَ الشِّعَابِ يَتَّقِي اللهِ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodliyallohu ‘anhu ia berkata,” Dikatakan kepada Rosululloh .” Wahai Rosululloh, orang bagaimanakah yang paling utama ?”. Rosululloh  menjawab,” Orang mukmin yang berjihad di jalan Alloh dengan jiwa dan hartanya.” Mereka bertanya lagi,”Kemudian siapa?”. Beliau menjawab, ”Seorang mukmin yang (menyendiri) berada dalam suatu lembah, takut kepada Alloh dan meninggalkan manusia karena kejahatan mereka.”

4- Jihad Tidak Akan Pernah Berhenti Sampai Qiyamat

Rosululloh , bersabda:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةّ مِنْ أُمَتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ اْلِقيَامَةِ
Akan senantiasa ada satu kelompok dari umatku yang berperang di atas kebenaran mereka senantiasa dzohir sampai hari qiyamat.”

5- Tahapan Disyariatkannya Jihad

Jihad itu disyari’atkan melalui empat tahapan sebagai berikut:
A. Tahapan larangan untuk berperang dan diperintahkan untuk bersabar menghadapi gangguan dan cercaan dari orang-orang musyrik dengan terus menebarkan dakwah.
Rosululloh  melarang para sahabat beliau untuk memerangi penduduk Mekah pada masa ini. Maka ketika ada sahabat yang berkata kepada beliau: ”Dulu ketika kami dalam keadaan musyrik kami adalah orang-orang yang mulia, namun ketika kami beriman kami menjadi orang-orang yang hina.” Beliau bersabda kepadanya: ”Aku diperintahkan untuk memaafkan, maka janganlah kalian memerangi………..”
B. Diperbolehkannya untuk berperang dan tidak diwajibkan
Hal ini disebutkan dalam firman Alloh yang berbunyi:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnaya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (Al-Hajj: 39)
Ayat ini adalah ayat yang pertama kali turun yang berkaitan dengan peperangan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas.
C. Diwajibkan berperang hanya jika kaum muslimin diserang.
وَ قَاتِلُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ الذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَكُمْ
“Dan berperanglah di jalan Alloh melawan orang-orang yang memerangi kalian.”(Al-Baqoroh: 190)
D. Diwajibkan memerangi seluruh orang musyrik meskipun mereka tidak memerangi kaum muslimin, sampai mereka mau masuk Islam atau membayar jizyah bagi beberapa golongan yang diperselisihkan para ulama’.
Alloh berfirman:
فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.” (At-Taubah: 5)
Secara ringkas tahapan-tahapan ini terangkum dalam perkataan Ibnu Qoyyim, ketika beliau mengatakan:
“Dan jihad itu dulu diharamkan lalu diijinkan lalu diperintahkan untuk melawan orang yang menyerang duluan lalu diperintahkan untuk memerangi seluruh orang-orang musyrik”
Namun hukum jihad yang berlaku adalah hukum jihad yang terakhir, sedangkan hukum-hukum jihad sebelumnya telah mansukh.
Ibnul ‘Arobi berkata: “Firman Alloh yang berbunyi:
فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ …….
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu……”(At-Taubah: 5)
Ayat ini menasakh seratus empat belas ayat . Dan mereka yang mengatakan bahwa ayat ini sebagai nasakh adalah: Adl-Dlohak bin Muzahim , Ar-Robi’ bin Anas , Mujahid, Abul ‘Aliyah , Al-Hasan ibnul Fadl , Ibnu Zaid , Musa bin ‘Uqbah, Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan, ‘Ikrimah, Qotadah , Ibnul Jauzi dan ‘Atho’ .
Hal itu juga dikatakan oleh Ibnu Taimiyah , Asy-Syaukani, Al-Qurthubi dan sekumpulan ulama’ pada berbagai masa.
Bahkan beberapa ulama’ telah menyatakan bahwa mansukhnya hukum-hukum jihad sebelum hukum yang terakhir adalah merupakan ijma’ para ulama’. Mereka itu adalah Ibnu Jarir dan Asy-Syaukani .
Ibnu Qoyyim berkata: “…..maka keadaan orang kafir setelah turun surat At-Taubah ditetapkan menjadi tiga kelompok, yaitu Muharibin, Ahlu ‘Ahdin dan Ahlu Dzimmah. Lalu Ahlul ‘Ahdi wash Shulhi tergabung kedalam negara Islam, maka orang kafir tinggal dua macam saja yaitu Muharibin dan Ahludz Dzimmah.”